SURIAH, Berita HUKUM - Serangan udara oleh militer Suriah yang bertubi-tubi di kota Aleppo, telah meninggalkan hampir dua juta orang tanpa air. Badan PBB untuk anak-anak mengatakan serangan sengit pada Jumat menghalangi upaya perbaikan stasiun pompa air yang disiapkan untuk memasok kebutuhan air ke wilayah timur yang dikuasai kelompok pemberontak.
Sebagai pembalasan, menurut badan PBB itu, stasiun pompa air untu ke seluruh Aleppo telah dimatikan oleh pemerintah.
Tentara Suriah mengatakan bertekad untuk merebut kembali berbagai wilayah di Aleppo yang dikuasai kelompok pemberontak, setelah gencatan senjata berakhir Senin lalu.
Kieran Dwyer, juru bicara Badan PBB untuk anak-anak, Unicef, mengatakan kepada BBC: "Air tidak lagi mampu dipompa untuk kebutuhan orang-orang di Aleppo timur dan Aleppo Barat, hampir dua juta orang tanpa air."
Dia menambahkan bahwa kondisi tanpa air ini bisa menjadi "bencana" bagi warga yang sejauh ini mengandalkan air yang terkontaminasi dan beresiko terjangkiti penyakit yang terbawa air.
Dia mengatakan air telah digunakan sebagai senjata oleh semua pihak yang terlibat perang.
Sebagian stasiun pompa air di Aleppo yang dikuasai kelompok pemberontak mengalami kerusakan, pada Kamis lalu. Upaya perbaikan tidak mungkin dilakukan, kata Dwyer.
"Itu adalah stasiun pompa air untuk sekitar 200.000 orang di timur Aleppo dan untuk sekitar 1,5 juta orang di barat kota itu. Ini yang sengaja kemudian dimatikan," katanya kepada BBC.
Para aktivis mengatakan pesawat tempur Suriah dan Rusia telah mengambil bagian dalam serangan terbaru, meskipun Rusia belum mengkonfirmasi keterlibatannya.
Rusia mendukung pemerintah Suriah, sementara Amerika Serikat mendukung kelompok oposisi.
Dua kekuatan ini saling tuduh bahwa mereka gagal untuk mengendalikan sekutunya masing-masing.
Setelah sempat berlangsung tujuh hari, gencatan senjata yang dipeolopori AS dan Rusia telah berakhir Senin lalu.
Kepala sebuah rumah sakit di wilayah timur Aleppo, yang dikuasai kelompok pemberontak, mengatakan kepada Kantor berita Reuters bahwa 91 orang telah tewas dalam aksi pemboman Jumat lalu.
Sementara, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB menuduh Rusia dengan 'barbarisme' terkait pengeboman atas Aleppo, Suriah.
Dalam sidang Dewan Keamanan PBB di New York, Minggu 25 September, Samantha Power mengatakan Rusia menyampaikan kebohongan terang-terangan tentang perilakunya di Suriah.
"Bukannya perdamaian, Russia dan Assad (Presiden Rusia, Bashar al-Assad) malah membuat perang. Bukannya memberi bantuan untuk menyelamatkan warga Suriah, Rusia dan Assad malah mengebom rumah sakit dan bantuan darurat."
Power juga menyebut Rusia dan pemerintah Suriah 'melapisi dengan sampah yang masih tersisa di kota ikon Timur Tengah tersebut'.
Sementara Rusia mengatakan berupaya untuk mengusir teroris dari Suriah dengan melukai sesedikit mungkin warga sipil.
Duta Besar Rusia di PBB, Vitaly Churkin, mengatakan membawa perdamaian ke Suriah saat ini 'merupakan tugas yang nyaris tidak mungkin'.
Dia juga menuduh kelompok-kelompok perlawanan bersenjata melakukan sabotase atas gencatan senjata yang ditengahi Rusia dan Amerika Serikat.
Senin pekan lalu, gencatan senjata tersebut ambruk dan perang berkecamuk kembali di semua medan perang Suriah, dengan Aleppo yang menderita perang paling sengit.
Aleppo, di Suriah utara, menjadi medan perang utama dalam perang saudara yang sudah berlangsung selama lima tahun di negara itu.
Badan amal Save The Children mengatakan berdasarkan keterangan para pekerja kemanusiaan di lapangan, sekitar setengah dari korban yang diselamatkan dari puing-puing adalah anak-anak.
Sebuah rumah sakit darurat di Aleppo melaporkan 43% dari anak-anak yang cedera yang mereka rawat pada Sabtu (24/9) adalah anak-anak.(BBC/bh/sya) |