JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Teka-teki calon tersangka kasus dugaan korupsi wisma atlet SEA Games XXVI/2011, mulai sedikit terkuak. Namun, indentitas persisnya belum juga diketahui. Ketua KPK Busyro Muqoddas memberikan bocoran ciri-ciri calon tersangka tersebut.
"Kalau dia dipanggil dan tidak cukup bukti, maka selesai dan takkan dipanggil lagi. Tapi, kalau ada indikasi (keterlibatannya dalam kasus itu), (pemanggilan akan) jalan terus," kata Busyro kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/11).
Tapi Busyro mengakui bahwa calon tersangka itu belum dikantongi pihaknya. Tapi ia mengisyaratkan tersangka baru terkait penyidikan kasus itu, bukan tak mungkin masuk kantong pihaknya.Praktik korupsi yang berkembang saat ini, biasanya bersifat struktural dan melibatkan orang-orang yang berkuasa.
"Bisa DPR, bisa Banggar, bisa dari kementerian, bisa dari parpol. Paling tidak dari tiga ini ini struktural. Orang-orang dari struktur ini nanti juga harus yang terindikasi. Jadi mesti clear, agar tidak jadi fitnah. Kalau cuma dsisebut-sebut dan tak terindikasi, nanti orang tersandera," jelasnya.
Namun, ketika dikonfirmasi mengenai calon tersangka itu adalah Angelina Sondakh, Busyro enggan menjawabnya. Tapi, seseorang tak bisa begitu saja dijadikan tersangka hanya dengan keterangan saksi-saksi dan tersangka yang menyebutnya turut kecipratan uang dari proyek senilai Rp 191,6 miliar itu. "Saya tidak bisa mengatakan (Angelina sebagai tersangka) sekarang, karena satu bukti bukanlah bukti, satu saksi juga bukan saksi," jelas mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) ini.
Pada bagian lain, Busyro membeberkan alasan tim penyidik KPK yang tidak menggunakan UU Nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menuntut tersangka kasus tersangka Muhammad Nazaruddin.
“UU TPPU baru bisa diterapkan dalam menuntut seorang tersangka, jika bukti-bukti yang ada mendukung untuk itu. Jika belum ada, tidak bisa. Pernyataan Nazaruddin dan pengacaranya itu, memang ada yang benar dan ada yang perlu diklarifikas,” jelas dia.
Menurut Busyro, apa yang terungkap dalam persidangan tersangka lainnya terkait kasus itu di Pengadilan Tipikor, belum cukup untuk penggunaan UU TPPU. Sedangkan aporan PPATK itu harus dikaji lebih mendalam lagi, karena itu hanya analisis transaksi keuangan dari seseorang ke orang lainnya.”Jika belum memenuhi unsure tindak pidana, kami harus ekstra hati-hati," tandasnya.(tnc/spr)
|