MEDAN, Berita HUKUM - Sidang lanjutan mantan Kadis Pora Sumut, yang diduga korupsi 19 paket pekerjaan, dan kegiatan pemeliharaan rutin tahun anggaran 2008, dengan terdakwa Mantan Kadispora Sumut, Drs H Ardjoni Munir M.Pd (59), warga Jalan Kiwi No.17-A, Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, kembali berlangsung di ruang Cakra I Pengadilan Tipikor di Gedung Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/8) siang.
Dalam persidangan untuk mendengarkan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen dari Kejatisu, atas eksepsi (keberatan) Penasehat Hukum terdakwa. Bahkan dalam persidangan lanjutan, Jaksa sempat mengkritik nota keberatan penasehat hukum yang tak cermat, dengan menyebutkan dakwaan primer dan sekunder, yang seharusnya Primair dan Subsidair.
Menurut JPU, Netty Silaen menyatakan bahwa, "surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang tidak cermat tidak jelas dan tidak lengkap, namun Penasehat Hukum sendiri yang membaca tidak cermat, jelas dan lengkap. Sehingga hasil dari tanggapan berupa keberatan yang diuraikan dalam eksepsi pun tidak sesuai dengan surat dakwaan".
Lebih lanjut penuntut umum, dihadapan Ketua Majelis Hakim Muhammad Noor, bahwa Jaksa menilai dakwaan terdakwa sudah terbukti adanya nilai kerugian negara dalam kasus tersebut. Setelah membacakan tanggapan atas eksepsi penasehat hukum ini, maka Majelis Hakim Muhammad Noor menunda persidangan pada Senin (6/8) mendatang, dalam agenda mendengarkan putusan sela.
Tampak seusai sidang, baik terdakwa maupun penasehat hukumnya langsung menghidari wartawan wawancara, dan meninggalkan ruang sidang utama (Cakra I), untuk menghindari wartawan.
Penuntut umum dalam dakwaan primair menyatakan, pada tahun 2008 Dispora Sumut mendapat anggaran untuk kegiatan pemeliharaan rutin gedung, kantor Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur dengan nilai sebesar Rp 2.176.260.000.
Dari keterangan saksi pada dakwaan bernama Sugiarto SH, selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Bagian Tata Usaha, diperintahkan terdakwa untuk membuat kegiatan pemeliharaan rutin tersebut, diarahkan ke rekanan Dispora Sumut sejak 2004 (berkas terpisah).
Saksi Sugiarto menyampaikan biaya pengurusan usulan atau istilahnya "dana giring" sebesar 5 persen dari pagu yang disetujui rekanan.
Kemudian, terdakwa menetapkan pemenang atas 19 paket pekerjaan dengan cara Pemilihan dan Penunjukan Langsung, sebagai pelaksana paket pengerjaan senilai Rp 100 juta kepada rekanan, dan diatas Rp 100 juta kepada pihak lain.
Mengetahui hal ini, rekanan meminta bantuan Saksi Nanda Berdikari Batubara untuk mendekati pemenang tender diatas Rp 100 juta, dan membayar ganti rug,i sehingga 19 paket pengerjaan dilaksanakan seluruhnya oleh rekanan.
Masih meminta bantuan saksi Nanda, rekanan menyuruh menyiapkan semua urusan administrasi mulai surat perjanjian kontrak hingga pembayaran dan menyuruh saksi mencari perusahaan yang akan ditunjuk seolah-olah perusahaan tersebut telah melaksanakan 19 paket pekerjaan diatas.
Atas dasar ini, JPU mendakwa terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 404.062.001, sesuai laporan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Medan.
Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.(mdn/dna/bhc/put) |