BANDUNG, Berita HUKUM - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA didampingi oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, pada Kamis (14/5) secara mendadak meninjau ke daerah yang terkena dampak akibat pembuangan limbah industri tekstil, di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Selama ini warga Rancaekek mengeluhkan pencemaran pada Sungai Cikijing dan sawah yang terjadi di 4 desa, yaitu desa Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya Kecamatan Rancaekek yang diduga disebabkan oleh pembuangan air limbah dari kegiatan industri yang berlokasi di wilayah Kabupaten Sumedang. Perkiraan luas lahan tercemar di Kecamatan Rancaekek seluas 752 ha dari total luas lahan baku sawah 983 ha.
Keluhan masyarakat berupa adanya pencemaran air permukaan dan air tanah yang merupakan sumber air bersih bagi penduduk setempat. Pada tanah yang tercemar mengakibatkan produktivitas padi menjadi rendah, dari 6 – 7 ton/ha menjadi hanya 1 – 2 ton/ha (Hasil penelitian Balai Peneltian Tanah Bogor, 2003). Diduga penurunan kualitas air Sungai Cikijing akibat pembuangan air limbah dan sludge IPAL PT. KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST.
Menteri Lingkungan Balthasar Kambuaya mengakui, kasus pencemaran lingkungan hidup ini sudah dikeluhkan oleh masyarakat cukup lama dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah penegakan hukum lingkungan yang pasti dan cepat.
“Tindakan penegakan hukum harus dilakukan setelah upaya lain secara persuasif tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yang terkena dampak,” kata Menteri.
Menurut Balthasar Kambuaya, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah terkait dengan keluhan dan pengaduan masyarakat itu, di antaranya memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan oleh BPLHD Propinsi Jawa Barat antara 3 perusahaan PT. KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST.
“Tahun 2003, kasus pembuangan lumpur IPAL PT Kahatex II di Kecamatan Rancaekek, dikenakan sanksi pidana 6 bulan kurungan, masa percobaan 10 bulan, denda Rp. 25 juta,” papar Menteri LH.
Balthasar juga menyebutkan, berdasarkan surat dari Kementerian Lingkungan Hidup tanggal 5 Desember 2008 perihal hasil analisa air limbah PT. KHT-II dan PT. ISI, telah diterbitkan surat: tanggal 10 Maret 2009, Pengenaan Sanksi Administratif berupa Perintah Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT. KHT-II dan PT. ISI.
Sementara Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat melalui surat kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup tanggal 14 Februari 2011 mengajukan permohonan bantuan penanganan kasus pencemaran lingkungan kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan telah ditindak lanjuti pertemuan koordinasi pada tanggal 30 Mei 2011 mengenai pelimpahan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di Kecamatan Rancaekek kepada Kementerian Lingkungan Hidup.
Selain itu, sejak bulan Januari 2013 hingga 26 Februari 2014 KLH, BPLHD Provinsi Jawa Barat, BLH Kabupaten Sumedang dan BLH Kabupaten Bandung sepakat untuk mendayagunakan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, melalui proses mediasi, yaitu : pembayaran ganti rugi kepada masyarakat 4 desa (Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya) dan negara, pemulihan 752 ha sawah yang tercemar serta melakukan tindakan tertentu berupa perbaikan pengelolaan air limbah.
Namun meski telah melalui proses panjang, sampai saat ini, ketiga perusahaan itu tidak menunjukkan itikad baik untuk penyelesaian sengketa lingkungan berupa ganti rugi terhadap kerugian ekonomi dan lingkungan serta melakukan tindakan tertentu untuk pemulihan dan perbaikan pengelolaan air limbahnya, maka sesuai UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Jadi pemerintah akan melakukan tindakan tegas berupa : penegakan hukum berupa Sanksi Administratif dan / atau Gugatan Perdata dan / atau Tuntutan Pidana,” pungkas Balthasar.(Humas KLH/ES/setkab/bhc/sya) |