BOGOR, Berita HUKUM - Perlawanan Sdr. Nuryono terhadap pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. Banteng Pratama Rubber selaku produsen Ban, yang berkedudukan di Jl. Pahlawan, Km 1.5, Karang Asem, Citeureup, Kabupaten Bogor, berbuntut ke Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, karena Pegawai Mediator Hubungan Industrial pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor telah menyidangkan kasus tersebut dengan cara - cara yang melanggar undang - undang.
Dinsosnakertrans Kabupaten Bogor telah mengenyampingkan asas kepastian hukum dan asas ketidak cermatan dalam mengambil dan menyusun sebuah anjuran serta pemberian alasan yang tidak menggunakan fakta hukum dan tidak disertai dengan alasan yang mendukung, dengan menganjurkan kepada para pihak untuk bipartit kembali, padahal upaya penyelesaian bipartit telah dilakukan sebanyak 2 kali secara tertulis sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Permenakertrans No. Per.31 / Men / XII / 2008, namun tidak pernah ditanggapi oleh Pengusaha PT. Banteng Pratama Rubber. Seandainyapun, Dinsosnakertrans Kabupaten Bogor berpendapat belum dilakukannya upaya bipartit, maka Dinsosnakertrans Kabupaten Bogor seharusnya mengembalikan berkas permohonan pencatatan perkara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, bukannya melakukan panggilan kelengkapan berkas sebanyak 3 kali dan disusul dengan menggelar sidang mediasi sebanyak 3 kali.
Selain itu, Dinsosnakertrans Kabupaten Bogor menerbitkan panggilan kelengkapan berkas yang tidak diatur dalam ketentuan UU PPHI, dan tidak pernah menawarkan kepada para pihak untuk diselesaikan melalui mediasi / arbitrase / konsiliasi, terlebih penerbitan anjuran tanggal 10 April 2012 dilakukan selama kurun waktu 92 hari kerja sejak panggilan mediasi pertama diterbitkan tanggal 9 Desember 2011, yang seharusnya hanya 30 hari kerja.
Oleh karena itu, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor cq, Pemerintah Kabupaten Bogor telah menabrak Undang - undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.31 / Men / XII / 2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit, sehingga Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor cq. Pemerintah Kabupaten Bogor telah melanggar asas - asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Menurut Kepala Kesertariatan Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia, Muhammad Hafidz, ketidak mampuan Dinsosnakertrans Kab. Bogor dalam melaksanakan ketentuan UU PPHI, yang merupakan instrument penegakkan hukum ketenagakerjaan telah memberikan cerminan bahwa Negara cq, Pemerintah cq, Menakertrans cq, Gubernur Jawa Barat cq, Bupati Bogor semakin gagal dalam memberikan perlindungan dan jaminan hukum bagi pekerja / buruh Indonesia, khususnya di Kabupaten Bogor. Hal ini semakin diperkuat dengan, tidak adanya tindak lanjut laporan adanya penyimpangan UU PPHI kepada Menteri Tenaga Kerja, Gubernur Jawa Barat dan Bupati Bogor terhadap Dinsosnakertrans Kab. Bogor yang telah salah kaprah menerapkan hukum acara UU PPHI.
Lebih lanjut Hafiz mengaskan, demi tegaknya hukum di Negara Hukum ini, maka segala perbuatan aparatur negara yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi setiap warganegara, merupakan bentuk - bentuk pengkhianatan terhadap cita - cita Kemerdekaan Indonesia. Oleh karenanya, secara tanggung renteng, Negara cq, Pemerintah cq, Menakertrans cq, Gubernur Jawa Barat cq, Bupati Bogor yang bertentangan dengan ketentuan perundang - undangan, harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang merupakan Perbuatan Melawan Hukum.(bhc/rat)
|