JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Direktur Utama Bank Nasional Indonesia (BNI) Perode 2003-2005, Sigit Purnomo, mengaku dunia perbankan Indonesia hingga saat ini belum memiliki panduan utama dalam pengelolaan bank yang ada diseluruh Indonesia. Panduan utama yang tidak ada itu adalah Cetak Biru Perbankan Nasional (CPBN) yang berfungsi sebagai acuan secara hukum dan fungsi perbankan.
Cetak biru perbankan yang dimaksud Sigit, pun harus melibatkan seluruh stake holder terkait. Yaitu Pemerintah, DPR, BI, OJK, dan pelaku perbankan lainnya seperti Perbanas.
“Bagaimana mau menuangkan rencana strategis dalam dunia perbankan jika kita hingga saat ini belum memiliki cetak biru perbankan nasional. Kalo kita ingin melakukan aksi dan tindakan, semua itu harus ditulis dalam satu cetak biru. Nah, kalo panduan utamanya tidak ada, tentu rencana itu akan mudah kembali dipatahkan. Terutama dari sejumlah pihak yang tidak menyetujui aksi tersebut. Jadi cetak biru perbankan itu wajib dibuat dengan melibatkan seluruh stake holder, tidak hanya dari dunia perbankan saja,” papar Sigit Purnomo pada Berita Hukum, Jum’at (10/10), usai menghadiri Konferensi Besar ke 19 GP Ansor di Gedung Smesco Jakarta.
Menurut Bankir senior ini, pemerintah kedepan harus mampu mempertahankan dan memilah sejumlah bank milik Negara. Mampu mengelola peran dari bank Swasta serta bagaimana menentukan posisi dari kehadiran bank asing di Indonesia.
“Kesemua itu hanya bisa dilakukan jika kita memiliki cetak biru perbankan. Pada periode saya memimpin BNI, kami telah berusaha sejak lima tahun lalu untuk mengajukannya. Namun kandas ditengah jalan. Jadi saya ingatkan kembali kita wajib membuat cetak biru perbankan nasional, karena dalam dunia keuangan yang dikenal itu hanya dua, yaitu merger atau akusisi,” papar Sigit mengingatkan.
Sebelumnya, pada Selasa (7/10) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan merilis cetak biru jasa keuangan atau disebut Master Plan Jasa Keuangan Indonesia (MPJKI). Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Perbankan I, Mulya E. Siregar mengungkapkan, cetak biru jasa keuangan tersebut akan diterbitkan, November mendatang. Dalam MPJKI itu terdapat strategi jangka panjang perbankan nasional, termasuk di dalamnya perbankan syariah, industri keuangan non bank (IKNB) dan juga industri pasar modal.
Akan hal MPJKI yang akan dilakukan OJK, Sigit menilai hal itu tidak serupa dengan CBPN yang ia maksudkan. Karena CBPN harus melibatkan seluruh stake holder terkait.
“Apa yang dilakukan OJK melalui MPJKI itu sama saja dari apa yang diaturkan Bank Indonesia pada 2004. Jika berbicara soal CBPN itu harus semua dikaitkan, tidak hanya OJK saja,” ucap Sigit Purnomo yang kini menjabat sebagai Komisaris Independen BCA sejak 20 Agustus 2008 menutup pembicaraan.(bhc/mat)
|