JAKARTA, Berita HUKUM - Diperkirakan hingga saat ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terdeteksi sudah mencapai 4 juta jiwa. Sementara itu, pada kenyataannya seakan seperti gunung es seolah-olah yang tampak hanya sedikit, padahal pada intinya sudah jauh lebih banyak dari yang diperkirakan dan mayoritas Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tersebut banyak dari keluarga tidak mampu, jadi bagaimanapun keluarga yang tidak mampu tersebut sudah pasti akan mengoptimalkan dan mencukupi kebutuhan yang mendasar terlebih dahulu.
"Lalu keluarga tersebut biasanya akan semakin terpuruk dengan keadaan yang ada, sudah mereka yang memiliki anak yang berkebutuhan khusus, tidak mampu untuk diasah kemampuan bakat anaknya melalui pendidikan khusus (les, latihan), maka akan jadilah sebuah beban dan keterpurukan," kata Siti Hikmawati.
Hal inilah yang diutarakan, Siti Hikmawati selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam menyikapi persoalan bangsa Indonesia. Padahal menurutnya, anak-anak inilah nantinya menjadi generasi penerus dan pemimpin bangsa.
"Kalau tidak dari sekarang dibuat mandiri, maka untuk kedepannya juga mereka akan menjadi masalah. Tentu saja ini menjadi peran dan tangungjawab kita semua," jelas Siti Hikmawati, seusai acara seminar nasional sistim ketatanegaraan Indonesia yang bertema 'Tantangan Negara dalam Melaksanakan Amanat Pemeliharaan Anak Berkebutuhan Khusus Terutama dalam Mendapatkan Hak Pendidikan dan Kesehatan', yang diselenggarakan oleh pusat kajian MPR RI dan Fraksi PAN DPR RI serta bekerjasama dengan Yayasan Neurosenso Indonesia, di Nusantara lV gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta (7/10).
Lanjutnya menjelaskan, seyogyanya Legislatif membuatkan payung hukumnya, "dan payung hukum sudah kita buat," katanya, karenanya untuk dalam undang-undang dan turunannya sudah tercipta, namun dalam hal ini belum tentu cukup apalagi kalau tidak di implementasikan.
"Implementasinyakan, adanya di eksekutif tapi kalau tidak ada masukan dan pengawasan dari masyarakat, kita juga tidak bisa kontrol. Karena apapun yang terjadi baik di Eksekutif, Legislatif, dan sebagainya itu, itu semuanya kan manusia, yang masih ada kekurangan dan kelebihannya, karena itulah kita manusia," terangnya.
Namun, untuk itulah peranan adanya Yayasan sebagai salah satu unsur pengontrol dan penyeimbang dalam mendorong untuk mengimplementasikan program-program tersebut, pada undang-undang yang sudah diamandemenkan yang mana persepsinya juga dalam hal ini sendiri, khususnya untuk kemajuan generasi bangsa berikutnya. Pihaknya juga membutuhkan akan adanya Yayasan atau kelompok organisasi-organisasi profesi terentu yang bisa membantu memberikan masukan untuk mengontrol akan implementasi masalah tersebut.
"Karna kita juga butuh kolaborasi kerjasama yang baik dari berbagai kelompok organisasi lainnya yang memiliki dasar hukum yang jelas sebagai patner kami juga untuk memberikan masukan-masukan untuk mengatasi masalah ini," ungkapnya kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Rabu (7/10).
Sementara, yang jadi masalah adalah sebenarnya anak berkebutuhan khusus itu dibalik memiliki kekurangan, mereka juga ada banyak potensi kelebihan, tapi pola kurikulum Indonesia yang hingga saat ini hanya menuntut anak cerdas itu ada pada satu sisi saja, kalau kita menelusuri kembali kecerdasan pada ABK.
"Karenanya ada banyak macam kecerdasan yang dimiliki setiap anak itu, seperti kecerdasan bahasa, seni, matematik dan lain sebagainya. Begitu juga contohnya dengan seorang anak, yang bisanya dibidang musik, tapi anak malah dipaksakan menjadi harus pandai matematika, kan gak bisa seperti itu," jelas Siti Hikmawati.
Tetapi sistim pendidikan yang ada saat ini, malah menginginkan semuanya seakan menjadi seragam, yang dimulai dari pendidikan anak, "Itulah sekarang ini yang kita upayakan akan kita rombrak. Karena orang diciptakan dengan berbagai keunikan, koq harus dibikin seragam," tegasnya, mengkritisi program pendidikan yang ada saat ini berlaku di Indonesia.
Hingga saat ini sendiri juga, menurutnya tidak ada sekolah yang mendeteksi anak sesuai dengan bidang kepeminatan kemampuan anak didalam setiap potensi ABK. Harapan Siti ini juga mengiginkan, agar pihak sekolah melalui guru-guru handal yang profesional mampu memonitor apa yang menjadi bakat dari setiap anak-anak didiknya.
"Misalnya, Oh ternyata anak ini bakatnya seni, maka disitulah seorang anak tersebut semakin mengasah dan mendorong kemampuan seorang anak sehingga lebih bagus lagi, dengan seperti itu seorang anak nantinya semakin bergairah dan semangat lagi dalam mempelajari bakat-bakat yang terpendam ddalam didirinya," ungkap Siti.
Disinilah ia juga mengharapkan pihaknya membutuhkan masukan-masukan positif yang membangun bangsa dari berbagai elemen masyarakat.(bh/bar) |