JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan dia siap jika diperiksa penyidik terkait dengan dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Agus berpotensi diperiksa penyidik karena pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP).
"Penyidik dari KPK bisa memanggil siapa pun, semua pejabat. Menteri juga dipanggil, kan?" kata Agus melalui pesan pendek, Senin, 24 Oktober 2016.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif mengatakan pihaknya akan memanggil siapa pun yang bisa dimintai keterangan ihwal dugaan korupsi yang menelan kerugian negara sebesar Rp 2 triliun ini. Namun, untuk nama-nama yang dipanggil, ia serahkan sepenuhnya kepada penyidik.
Nama Agus Rahardjo muncul setelah penyidik antirasuah memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Setelah diperiksa, Gamawan membeberkan, sebelum proyek e-KTP dikerjakan, ia lebih dulu mempresentasikan anggaran pengadaan proyek senilai Rp 6 triliun di komisi antirasuah.
Saat itu, kata Gamawan, KPK menyarankan agar pengadaan proyek didampingi LKPP. Gamawan menyetujui usul KPK. Bahkan ia meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turut mendampingi pengadaan proyek e-KTP. Akhirnya, lelang tender pengadaan e-KTP dimulai setelah audit selesai dilakukan.
Dalam pelaksanaannya, ada 15 kementerian yang masuk kepanitiaan didampingi LKPP dan BPKP. Hingga belakangan muncul masalah dalam pengadaan proyek itu, Gamawan tak yakin ia kecolongan. Sebab, selama ini, ia memegang hasil audit dari berbagai lembaga yang menyatakan tak ada masalah dalam pengadaan proyek e-KTP.
Agus membenarkan bahwa saat itu lembaganya sempat ikut mendampingi proyek pengadaan e-KTP. Namun, karena tak diindahkan, akhirnya lembaga itu mundur. "Saran LKPP tidak diikuti, karena itu LKPP mundur tidak mau mendampingi," ujarnya. Seingat Agus, ada beberapa saran yang ia usulkan dalam pengadaan proyek e-KTP.
Di antara saran tersebut adalah tender harus menggunakan e-procurement dan pekerjaan dipecah menjadi beberapa paket. Paket-paket tersebut meliputi pembuat sistem sebagai integrator, paket kartu dan chip, paket PC, paket kamera, paket finger print identification, dan paket pembaca retina.
Khusus untuk integrator, kata Agus, harus dilakukan oleh perusahaan yang benar-benar berkompeten. Sebab, perusahaan itu yang akan mengawasi spesifikasi dari setiap barang pendukung, waktu pemesanan, dan lain-lain. "Sehingga setiap barang bisa dikompetisikan dengan sangat baik," tuturnya.
KPK memulai penyidikan proyek senilai Rp 6 triliun ini pada 22 April 2014. KPK pun menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka pada 2014.
Pada 30 September 2016, KPK kembali menetapkan tersangka baru, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Irman dan Sugiharto diduga menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan negara hingga Rp 2 triliun.(map/tempo/bh/sya) |