JAKARTA, Berita HUKUM - Advokat senior Eggi Sudjana menyayangkan adanya logo organisasi politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menempel pada Bendera Merah Putih. Menurut Eggi, hal itu diduga telah menodai kehormatan bendera Merah Putih sebagai lambang negara Indonesia. Ia pun berharap pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) segera menindak tegas dugaan pelanggaran tersebut.
"Jadi kita melihat di dalam Pasal 57 ini, Pasal 57 huruf c dan d UU No 24 Tahun 2009 yang mengatur larangan penggunaan lambang negara," ujar Eggi menyebut salah satu pasal pelanggaran hukum terhadap kasus tersebut dalam Diskusi Publik 'Polemik Merah Putih - Logo PKB, Penodaan Lambang Negara Kah?', di D'Hotel, Jalan Sultan Agung, Pasar Rumput, Jakarta, Minggu (11/11).
Dalam Pasal 57 huruf c dan d, lanjut Eggi, menyebutkan setiap orang dilarang, (c) membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara, (d) menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang ini.
"Bahasanya sudah amat jelas bahwa setiap orang dilarang menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai bentuk dan perbandingan ukuran dan membuat lambang perseorangan, parpol, perkumpulan atau organisasi atau perusahaan yang sama yang menyerupai lambang negara, menggunakan lambang negara untuk keperluan lain dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," bebernya.
Selain itu, Eggi juga mengatakan bahwa pasal 57 huruf c UU No 24 Tahun 2009 telah memenuhi delik hukum.
"Karena ini bukan delik aduan. Polisi tidak perlu nunggu ada aduan masyarakat," kata Eggi.
Di tempat sama, Prof. Musni Umar (Akademisi) juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap polemik yang beredar ditengah masyarakat tentang persoalan bendera, terlebih menyangkut bendera kenegaraan bangsa Indonesia Merah Putih.
"Saya juga terkejut tentang latar belakang merah putih dan ada logo PKB. Karena ini jadi persoalan besar. Bendera merah putih adalah identitas negara kita jati diri bangsa, dan itu ada Undang-Undang," kata Musni.
Ada latar belakang merah putih ditulis kalimat tauhid, terus kenapa PKB sementara boleh, sedangkan kalimat tauhid tidak boleh.
"Ini contoh harus kita hindari. Kalau kita terus menerus seperti ini akan ada kegaduhan antar kita, kegaduhan bukan untuk persatuan yang lebih baik tapi perpecahan. Kalau kita kacau, bermusuhan, untuk orang yang tak ingin Indonesia damai akan ambil kesempatan ini," tuturnya.
"Sisi penting yang kita perhatikan bagaimana pelihara kedamaian masyarakat. Isu apapun kecil kalau ada faktor teologis maka akan jadi persoalan besar," ujarnya.(bh/amp) |