BALI, Berita HUKUM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku sudah sangat selektif dalam pemberian grasi, terutama untuk terpidana hukuman mati. Semua pertimbangan dari Mahkamah Agung dikaji dengan seksama sebelum kemudian diambil kesimpulan ditolak atau diberikan. Namun demikian, pemberian grasi termasuk untuk terpidana kasus narkoba Meirika Franola alias Ola merupakan tanggung jawabnya.
"Saya tak boleh menyalahkan MA dan menteri, mereka-mereka yang memberi pertimbangan, karena tanggung jawab ada pada saya," kata Presiden SBY dalam konferensi pers usai acara Bali Democracy Forum di Nusa Dua Bali, Jumat (9/11).
Presiden menegaskan, masalah hukuman mati bagi terpidana adalah masalah sensitif, bukan hanya di tanah air tetapi juga di dunia. Beberapa negara saat ini bahkan sudah tidak menganut hukuman mati lagi, meski sebagian masih menganut termasuk Indonesia.
"Banyak permintaan grasi mati yang saya tolak. Grasi yang juga bukan hukuman mati juga banyak yang saya tolak. Saya sangat selektif. Prosesnya sistemik," kata SBY.
Kewenangan yang diberikan konstitusi dalam pemberian grasi untuk terpidana, lanjut Presiden SBY, bukan proses sederhana.
Presiden mengaku sudah mendapat laporan bahwa Ola kembali terlibat dalam jaringan gelap peredaran narkoba di tanah air. Presiden berharap segera ada proses hukum yang cepat untuk mendapatkan bukti soal keterlibatan Ola.
"Saya ingin mendapatkan bukti. Misalnya terbukti benar, dia menyalurkan lagi zar narkotika yang tidak dibenarkan UU. Manakala itu terbukti, saya akan tinjau lagi grasi demi keadilan," ujar SBY.
Khusus pemberian grasi kepada Mairika Franola alias Ola ini, jelas Presiden SBY, pertimbangannya sangat luas. "Kepada saya disampaikan oleh pihak yang memberi pertimbangan bahwa yang bersangkutan itu bukan bandar, pengedar, tapi sebagai kurir," ungkap SBY.
Presiden menegaskan bahwa proses hukum harus transparan. "Kejadian ini, terjadi setelah grasi diberikan. Presiden akan ambil keputusan saat hukum diambil seadil-adilnya untuk transparan," tegas SBY.
Sebagaimana diketahui keterlibatan Ola dalam mengendalikan bisnis narkoba yang terungkap dari tertangkapnya NA (40), seorang kurir narkoba yang kedapatan membawa sabu seberat 775 gram oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pada Kamis (4/10) lalu. NA mengaku merupakan kurir Ola.
Mairika Franola alias Ola ditangkap saat menyelundupkan 3 kilogram kokain dan 3,5 kg heroin di Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Januari 2000. Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya berkekuatan hukum tetap (inkrah) setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali kasusnya pada 27 Februari 2003.
Namun, Presiden Yudhoyono mengampuninya dan memberikan grasi pada 26 September 2011 sehingga hukuman yang harus dijalaninya diubah menjadi hukuman pidana penjara seumur hidup.
Namun operasi BNN di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, mengungkap keterlibatan Ola dalam mengendalikan bisnis narkoba yang terungkap dari tertangkapnya NA (40), seorang kurir narkoba yang kedapatan membawa sabu seberat 775 gram.(skb/bhc/opn) |