JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengemukakan, ada 3 (tiga) isu dan permasalahan menonjol yang perlu mendapatkan perhatian dari jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, sejak Gubernur, Bupati, Walikota, termasuk Pangdam, Kapolda, dan Komando Teritotial TNI. Ketiga isu itu adalah konflik komunal dan kekerasan horisontal, masalah sengketa buruh yang disertai dengan aksi-aksi sweeping yang mengganggu ketertiban, dan konflik pertanahan yang diikuti kekerasan.
“Ini harus kita kelola dan diatasi dengan baik, jangan dilepas. Harus ditangani secara baik, secara tepat, agar tidak jadi bom waktu di masa depan,” kata Presiden SBY dalam pengarahannya di hadapan para Gubernur, Pangdam, Kapolda, Bupati, Walikota, Danrem, anggota KPU, KPUD, Bawaslu, dan Panwaslu di Hotel Grans Sahid, Jakarta, Jumat (30/11) pagi.
Dalam acara yang digelar Kementerian Dalam Negeri terkait Rapat Koordinasi Persiapan Penyerahan Daftar Agregat Kependudukan per Kecamatan itu, Presiden menegaskan, permasalahan-permasalahan itu kalau kita biarkan, tidak kita kelola dengan baik semua itu akan merusak tatanan hukum, mengganggu keamanan berusaha dan berinvestasi, dan menimbulkan kesan seolah-olah terjadi pembiaran. Aparat dianggap membiarkan, pemerintah dianggap membiarkan, dan negara dianggap membiarkan.
Diakui Kepala Negara, sekarang ini tidak bisa lagi dilakukan pendekatan otoritarian dan security approach, era itu sudah berakhir. Karena itu, Kepala Negara meminta para aparat keamanan, termasuk jajaran teritorial untuk mencari cara yang lebih tepat untuk era demokrasi.
“Tugas dan kewajiban pemerintah harus tetap dilaksanakan, yaitu dengan menegakkan hukum dan peraturan, serta ketertiban masyarakat. Tapi tugas ini bukan hanya tugas aparat Polisi, melainkan harus dibantu komando teritorial TNI, bupati dan walikota,” jelas SBY.
Presiden meminta para Gubenur, Bupati, Walikota, Pangdam, dan Kapolda untuk mengajak para Kapolsek, Danramil , Camat, Kepala Desa, Lurah, agar sensitif terhadap isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat. “Kalau ada ketegangan, harus sensitif. Setelah itu buka saluran komunikasi dengan masyarakat. Jangan tersumbat, agar tidak terjadi letusan,” papar SBY.
Kalau toh sampai terjadi kekerasan, menurut Presiden, "aparat di daerah harus melakukan tindakan hukum dengan proporsinal dan profesional, tegas, dan tuntas. Jangan menghindar. Kapolres, Dandim, Bupati harus memberi rasa aman masyarakat dengan kepastian hukum,” tegas Presiden.
Presiden mengingatkan pentingnya meningkatkan pencegahan dan penanggulangan konflik komunal dan konflik horizontal, dengan meningkatkan sensitifitas atas apa yang berkembang di masyarakat. Ia minta para peserta mengikuti perkembangan mereka sehari-hari. Jajaran komando teritorial, lembaga intelijen daerah harus terus lakukan deteksi dini karena kemampuan deteksi dini ini menentukan untuk mencegah konflik dan kekerasan.
“Ada atau tidak ada masalah jaga kerukunan masyarakat, kerahkan pemimpin adat, pemimpin masyarakat dan pemimpin informal. Jangan berkumpul kalau sudah ada kejadian,” pinta Kepala Negara.
Polri Jangan Ragu
Dalam acara yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono dan jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu, Presiden SBY secara khusus meminta jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar responsif, profesional, dan tuntas dalam menangani gangguan keamanan.
“Jangan terkesan diam, ragu-ragu, jangan dianggap melakukan pembiaran. Itu adalah tugas UU yang harus dilakukan Polri,” tegas SBY.
Kepala Negara meyakini, jajaran kepolisian tentu tahu cara-cara penanganan yang proporsional dan profesional itu. Ia juga mengingatkan, Komando Teritorial punya kewajiban membantu Polri menjaga keamanan negara ini.
“Di banyak tempat konflik, teruslah berkordinasi dan berkomunikasi dengan media masa. Jangan sampai situasi tambah rusak karena pemberitaan yang tidak tepat,” kata SBY yang juga mengingatkan jajaran media massa, bahwa mereka juga punya etika dan tanggung jawab pada keamanan dan ketertiban negara ini.(wid/oct/es/skb/bhc/opn) |