JAKARTA, Berita HUKUM - Aksi pemberantasan korupsi melalui pencegahan, kerap dipublikasikan. Tidak hanya laporan dari media massa. Kampanye pencegahan korupsi sering pula dilakukan melalui pengadaan seminar dengan mengundang berbagai ragam narasumber. Namun kampanye pencegahan korupsi tidak akan efektif jika materi anti korupsi disampaikan oleh orang yang tidak jujur.
“Kampanye anti korupsi hanya tinggal wacana atau semacam seremonial saja. Kalo kampanye itu disampaikan oleh bukan figur yang tepat. Katakanlah bukan orang jujur yang kehadirannya datang dari lembaga penuh dengan dugaan tindakan korupsi. Jadi saya ingatkan, kampanye anti korupsi harus disampaikan oleh orang yang jujur atau lembaga yang dipercaya masyarakat. Katakanlah saat ini yang tepat hanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lain belum,” papar Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Manajemen Indonesia (STIAMI), Prof. Wahyudi Latunreng, MBA., pada BeritaHUKUM, usai menghadiri Seminar Nasional Sarjana STIAMI, Minggu (12/10) di Jakarta.
Dengan alasan tersebut, Wahyudi Latunreng mengingatkan agar peran dan kapasitas media masa dan Lembaga Swadaya Masyarakat lebih ditingkatkan guna mengawasi dan menjaga agar aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi semakin efektif dilakukan.
“Kalian dan LSM memiliki peran penting. Terutama dalam mengelola opini pada masyarakat soal pemahaman apa itu pencegahan korupsi. Sampaikan bahwa misalnya, orang ini tidak tepat bicara tentang pencegahan korupsi, atau tingkatkan kapasitas untuk mengawal kinerja pemerintahan mendatang, karena kita tahu semua beban Presiden terpilih Jokowi kedepan sangat berat karena ia terpilih hanya dengan 52 % persen suara berbeda dengan SBY yang saat itu terpilih dengan jumlah 64% suara,” imbuh Wahyudi mengingatkan pada sejumlah awak media.
Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Drs. Suwarsono, MA., menambahkan agar tidak semua pemberantasan korupsi dibebankan kepada KPK. Menurut Suwarsono, KPK hanya bisa memberantas namun soal pencegahan ada pada kuasa Presiden selaku pelaksana mandat Undang-Undang (UU).
“KPK itu tidak kuat memberantas korupsi diseluruh Indonesia. KPK harus dibantu oleh Eksekutif, Legislatif juga Yudikatif. Karena itu Presiden dan wakilnya harus membantu KPK dan jugamemberi contoh. Jangan hanya bisa memerintah lalu setelah itu para wakilnya melanggar perintah Presiden,” papar Suwarsono mengingatkan.
Terkait anggaran pencegahan dan pemberantasan korupsi, Suwarsono menghimbau agar menjelang akhir tahun, skema anggaran turut diperhatikan. Pasalnya, KPK kerap menemui kesulitan beraksi karena adanya pembenahan anggaran disetiap akhir tahun berakhir.
“Saya harap agar menjelang akhir tahun anggaran pemberantasan korupsi dibenahi agar KPK tidak kesulitan menjalankan tugasnya. Tapi saya setuju jika saat ini hingga kedepan, anggaran dinas disetiap kementerian dipotong. Ini merupakan langkah maju guna mencegah aksi korupsi oleh kelompok tertentu yang terdapat disetiap kementerian,” pungkas Suwarsono.(bhc/mat)
|