Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
MPR RI
Tafsir 6A dan Tekanan Politik
2019-09-20 06:33:05
 

Ilustrasi. Suasana Sidang Paripurna MPR.(Foto: BH /mnd)
 
Oleh: M Rizal Fadillah

WACANA MPR tidak melantik Jokowi-Maruf Amin dengan alasan tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 6 A ayat (3) UUD 1945 cukup mengemuka. Pihak Pro Jokowi seperti Yusril Mahendra menyatakan pasal itu telah di tegaskan oleh MK hanya berlaku untuk pasangan Calon Presiden yang lebih dari dua pasang.

Sementara pihak penuntut pembatalan pelantikan menegaskan bahwa MK tidak berhak menyatakan lebih dari dua pasang tersebut karena itu berarti mengubah konten UUD 1945 yang kewenangannya ada pada MPR. Pasal 24C UUD 1945 tidak memberi wewenang MK untuk menafsirkan UUD1945. Karenanya Pasal 6 A ayat (3) tetap berlaku dan Jokowi Ma'ruf tidak memenuhi syarat untuk dilantik. Prabowo Sandi yang lebih berhak.

Perbedaan pendapat menjadi masuk dalam ruang penafsiran. Nah karenanya kini semua tergantung MPR sendiri yang menetapkan apakah pasal dan ayat tersebut berlaku juga untuk kompetisi dua pasangan atau hanya untuk lebih dari dua pasangan. MPR memiliki kompetensi penuh untuk menentukan.

Akan tetapi mengingat MPR adalah kumpulan partai dan orang "kepentingan" maka konstelasi politik akan berpengaruh dominan. Ketika situasi "adem ayem" dengan peta politik sebagaimana saat ini, maka tafsir akan "heavy" pada keberlakuan bersyarat lebih dari dua pasang. Artinya Oktober nanti Jokowi-Ma'ruf Amin tetap dilantik oleh MPR.

Ketika kartu berada di MPR, maka semua tergantung pada konstelasi politik. Tekanan politik sangat berpengaruh. Andai gerakan "turunkan Jokowi" masif sampai tenggat waktu pelantikan, maka sangat mungkin Jokowi Ma'ruf tidak jadi dilantik. Sebaliknya jika tekanan lemah atau sama sekali tak ada tentu MPR "aman" dan "nyaman" untuk melantik.
Jangan mimpi ada pembatalan.

Ada fenomena menarik dari mahasiswa yang mulai bergerak di Makasar atau Bandung. Meski sebagai riak kecil. Dan gerakan besar di Riau. Jika gerakan mahasiswa seperti di Pakanbaru Riau ini berefek domino, maka bisa saja di satu bulan ke depan ada gelombang yang memusat di DPR/MPR Jakarta. Artinya tekanan politik penolakan Jokowi Ma'ruf untuk dilantik semakin menguat. Aksi mahasiswa biasanya menjadi magnet bagi gumpalan lain.

Dosa politik pemerintahan Jokowi sudah terlalu banyak. Dari dosa kecil hingga besar. Contoh dosa kecil adalah membagi dan melempar amplop uang dari mobil, jadi imam tanpa kapasitas, doyan impor, atau di lokasi bencana "empati" dengan foto aksi sendiri. Lalu dosa menengah seperti main main "divestasi 51 %" Freeport, mobil "Nasional-China" Esemka, banjir TK Cina, atau rencana pindah Ibukota tanpa persetujuan rakyat. Yang dosa besar antara lain "pembiaran" 700 petugas Pemilu tewas, kecurangan Pemilu, dwifungsi Polisi, poros Beijing, serta "pembunuhan" KPK.

Wajar jika muncul tuntutan untuk menyudahi amanat rakyat. Menteri-menteri yang dipilihnya pun selama masa jabatan banyak yang "belepotan" baik pernyataan maupun kebijakan. Rezimnya tidak berprestasi bahkan sebaliknya membuat rakyat hampir frustrasi.
Terlalu berat bagi Jokowi mengemban amanat sebagai Presiden. Lebih baik pensiun. Itu lebih membahagiakan diri, keluarga, dan tentu saja rakyat. Moga.

Bandung, 19 September 2019.

Penulis adalah Pemerhati Politik.(as/bh/sya)



 
   Berita Terkait > MPR RI
 
  Pimpinan MPR RI Segera Berkirim Surat Kepada DPD RI Terkait Pergantian Fadel Muhammad
  Ketua MPR RI Bamsoet Dukung BI Terbitkan Rupiah Digital
  Pemotongan Anggaran MPR,Terkesan Upaya Systematis Mendegradasi Peran MPR Sebagai Lembaga Tinggi Negara
  Ahmad Basarah: Tidak Ada Kesepakatan Pimpinan MPR Minta Sri Mulyani Dipecat
  Bamsoet PPHN Tampung Seluruh Aspirasi Rakyat
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2