JAKARTA, Berita HUKUM - Target surplus beras nasional sebesar 10 juta ton pada akhir 2014 terancam tidak bisa tercapai karena banyak Daerah Irigasi (DI) yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dalam kondisi rusak. DI di Indonesia yang seluas 7,2 juta hektare, 2,6 juta hektare diantaranya tidak dalam kondisi baik.
“Dari 7,2 juta hektare yang jadi kewenangan Pemerintah Pusat hanya 2,3 juta hektare atau bisa dikatakan 70 persen irigasi di Indonesia menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Provinsi, sementara kapasitas fiskal mereka tidak bisa penuhi pemeliharaannya,” ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Mudjiadi dalam Lokakarya Penyusunan Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 di Jakarta, Rabu (26/6).
Menurut Mudjiadi, keterbatasan pendanaan Pemerintah Daerah untuk Operasi dan Pemeliharaan (OP) DI menjadi masalah serius dalam upaya ketahanan pangan nasional. Sementara jika hanya mengandalkan DI yang menjadi tugas Pemerintah Pusat maka target surplus produksi beras tidak akan tercapai.
“Jika Daerah Irigasi milik daerah yang rusak sebanyak 2,6 juta hektare tersebut kita perbaiki sekalipun dari target 76 juta ton gabah, kita hanya akan mampu produksi 74,9 juta ton gabah,” terangnya.
Dia melanjutkan, namun jika DI tersebut tidak diperbaiki maka produksi gabah nasional hanya akan mencapai 71,2 juta ton. Permasalahan irigasi di nusantara yang lain ialah pengairan sebagian besar DI masih mengandalkan aliran dari sungai atau non-teknis.
“7,2 juta hektare lahan irigasi yang ada saat ini, hanya 800 ribu hektare yang airnya disuplai dari waduk sehingga bisa disimpulkan 90 persen produksi beras kita sangat tergantung iklim,” sebut Mudjiadi.(pu/bhc/rby) |