JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pemeriksaan pendahuluan uji materiil Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Kamis (25/8) di ruang sidang MK. Perkara teregistrasi Nomor 62/PUU-XIV/2016 tersebut dimohonkan oleh sejumlah warga negara yang merasa dirugikan dengan ketentuan pemilihan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam undang-undang a quo.
Pasal 10 ayat (2) UU Penyiaran menyatakan:
Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.
Adapun Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran menyatakan:
Untuk pertama kalinya pengusulan anggota KPI diajukan oleh Pemerintah atas usulan masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Tanpa didampingi kuasa hukum, hadir dalam persidangan para Pemohon, yakni Arie Andyka, Alem Febri Sonny, dan Fajar Arifianto Isnugroho. Memaparkan pokok permohonannya, Pemohon menyinggung keberadaan panitia seleksi (pansel) dalam pemilihan anggota KPI di DPR. Menurut Pemohon, seleksi anggota KPI dengan pansel di DPR tak diatur dalam Pasal 10 ayat (2) maupun Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran.
"Kalaupun DPR membentuk panitia seleksi, tugas panitia seleksi hanya terbatas pada pemeriksaan kelengkapan administratif calon yang diusulkan oleh masyarakat," ujar Arie mewakili rekan-rekannya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Akibat kesalahan penafsiran tersebut, Pemohon selaku calon anggota KPI 2016-2019 gugur di tangan pansel. Sebab, pansel menetapkan aturan tambahan mengenai usia minimum dan maksimum calon anggota KPI. Aturan tambahan itu membuat dirinya tak dapat ikut dalam proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Lebih lanjut, menurut Pemohon, Pemerintah pun turut serta dalam kesalahan penafsiran tersebut. "Tidak benar jika Pemerintah sejak awal terlibat seleksi calon anggota KPI periode kelima. Sebab merujuk ketentuan Pasal 61 ayat (2) UU 32/2002 menyatakan Pemerintah hanya terlibat pada pembentukan KPI periode pertama," jelasnya.
Nasihat Hakim
Hakim Anggota Maria Farida Indrati memandang Pemohon memfokuskan permohonannya. Menurut Maria, permohonan tersebut bukan pengujian undang-undang, melainkan lebih kepada constitutional complaint. Dalam permohonannya, Maria menilai Pemohon lebih mengeksplorasi implementasi dari sebuah peraturan.
"Kalau Anda mau mengajukan surat pengujian undang-undang, yakinkan kami bahwa dua pasal itulah yang bertentangan dengan Konstitusi dan melanggar hak konstitusional anda," katanya.
Senada, Palguna memandang legal standing Pemohon belum tampak dalam permohonan yang dibuat. Legal standing yang diuraikan belum bisa menjelaskan kerugian yang dialami akibat norma undang-undang yang diujikan.
"Sebagaimana perintah Undang-Undang MK dan ditegaskan dalam putusan-putusan MK, saudara harus menguraikan dulu dalam kedudukan saudara dalam perseorangan warga negara Indonesia dan apa kerugian hak konstitusional yang saudara derita akibat berlakunya undang-undang ini," jelasnya.(ars/lul/MK/bh/sya) |