JAKARTA, Berita HUKUM - Provinsi Riau adalah provinsi ke-7 yang menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengelola REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest and Peatland Degradation/Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut), menyusul beberapa provinsi sebelumnya, yaitu Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah dan Sumatera Selatan.
Nota Kesepahaman telah ditanda tangani pada Rabu, (29/10) lalu, diwakili Arsyadjuliandi Rachman, Pelaksana Tugas Gubernur (Plt.) Provinsi Riau dan Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+.
Arsyadjuliandi Rachman, Plt. Gubernur Provinsi Riau mengatakan, “Sesuai dengan visi pengelolaan sumber daya alam hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Riau, saat ini Provinsi Riau telah memiliki Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) Riau dan baseline data, termasuk peta kadastral, sebagai prasyarat pelaksanaan REDD+ dan berkomitmen untuk mengimplementasikan REDD+ di Provinsi Riau.
Rencana aksi selanjutnya, Pemerintah Provinsi Riau akan membentuk lembaga khusus atau memperkuat lembaga yang sudah ada untuk mengawal implementasi REDD+ di Riau dalam memenuhi beberapa aspek, antara lain mengukur Reference Emission Level (REL) dan mengaplikasikan mekanisme Monitoring, Reporting, & Verification (MRV) agar dapat mengukur performa pelaksanaan REDD+ di lapangan.
Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+, mengungkapkan, “BP REDD+ bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi Riau telah melakukan sejumlah kegiatan strategis berbasis masyarakat bertema pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut, pelatihan Karhutla Monitoring System, Citizen Journalism, Audit Karhutla, serta KKN Tematik terkait Kebakaran Hutan. Tujuannya adalah untuk membentuk kesiapsiagaan masyarakat dengan meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian publik dalam mengantisipasi serta meneruskan informasi penting terkait kebakaran hutan dan lahan gambut – dan lebih jauh isu-isu lingkungan lain pada umumnya.” tutur Heru.
Selain itu, pendekatan terhadap pihak swasta dilakukan melalui kerja sama dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan melalui Inisiatif “Eyes on the Forest”. Hal ini termasuk melakukan pemantauan dan audit terhadap kepatuhan Pemerintah Daerah dan perusahaan swasta di Provinsi Riau dalam melaksanakan tanggung jawab mereka mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Guna meningkatkan kapasitas Pemerintah Provinsi Riau, BP REDD+ memfasilitasi proses sosialisasi Prosedur Nasional (Posnas) Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, serta pelatihan tentang Karhutla Monitoring System (KMS); bagaimana memanfaatkan fasilitas citra satelit beresolusi tinggi yang mampu mengidentifikasi jumlah titik panas dan menyajikan analisa yang dapat digunakan oleh pihak-pihak berwenang dalam upaya penegakan hukum.
Heru menekankan bahwa keterlibatan dan kolaborasi berbagai pihak menuju tata kelola hutan dan lahan yang lebih baik, merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi.
“Perubahan paradigma ini harus dibangun melalui kerjasama multi-pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Inilah semangat utama REDD+.,” tuturnya.(bhc/ist/REDD+/mat)
|