JAKARTA-Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) akan melibatkan intelijen untuk menelusuri rekam jejak (track record) para kandidat. Hal ini dilakukan demi mendapatkan calon terbaik dan berkualitas.
"Kami melibatkan sejumlah elemen masyarakat, di antaranya Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Ada juga BIN (Badan Intelijen Negara-red) kami minta. Ada pula dari kepolisian dan kejaksaan," kata Ketua Pansel Capim KPK Patrialis Akbar kepada wartawan di gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Jakarta, Rabu (3/8).
Tak hanya melibatkan intelijen, polisi, dan kejaksaan, Pansel kemungkinan juga akan melibatkan kantor pajak dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam proses tersebut. "Tapi kami pasti kirim surat ke kantor pajak dan PPATK. Kami kirim surat. Semua akan disurati," jelas politisi PAN ini.
Proses tracking dilakukan untuk menindaklanjuti temuan atau bukti terkait dengan para calon pimpinan KPK. Pansel tak mungkin turun ke lapangan, karena tenaganya sangat terbatas. Dengan melibatkan banyak unsur, kami harapkan hasilnya menjadi lebih baik. “Proses penelusuran rekam jejak para kandidiat dilakukan mulai 7 Agustus ini,” jelas Patrialis
Patrialis yang Menkumham ini juga mengungkapkan, lembaga konsultan psikologi Dunamis telah menyerahkan hasil tahap seleksi profile assessment 17 capim KPK kepada Pansel. "Kami sudah terima hasil itu. Kami pada besok (Kamis, 4/8) malam akan rapat untuk memutuskan nama yang akan dikirim ke DPR. Selanjutnya, Jumat (5/8) alkan dimumkan nama mereka,” kata dia.
Patrialis mengatakan, para calon pimpinan KPK diuji secara satu per satu dan dibagi ke dalam lima grup. "Tapi nampaknya lebih kepada psikologi dan behaviour (kepribadian). Jadi, itu kita serahkan kepada mereka sepenuhnya," jelas Patrialis.
Sumbang Partai
Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan, salah satu calon bermasalah adalah Sutan Bagindo Fachmi (60). Jaksa senior ini masuk dalam 17 nama calon yang lolos tahapan berikutnya. Nama Fachmi pun ikut disebut Muhammad Nazaruddin, telah menemui Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan menyumbang Rp 1 miliar untuk partai tersebut.
Namun, terlepas dari semua itu, sosok tak bisa dilepaskan dari Adelin Lis. Sebab, akibat ‘bemain mata’ dengan Adelin Lis-lah, Fachmi jatuh dalam kubangan penghukuman. Dirinya dijatuhkan sanksi penurunan pangkat dan dimutasi sebagai staf ahli Jaksa Agung. Sanksi ini dijatuhkan pada Oktober 2007, Adelin Lis divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan yang memeriksa dan mengadili perkaranya.
Indonesian Corruption Watch pun melakukan eksaminasi publik terhadap kasus ini.Salah seorang majelis eksaminasi yang berasal dari mantan jaksa, yakni MH Silaban mnyatakan, vonis bebas itu akibatkan surat dakwaan JPU yang disusun dengan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap. Alat bukti yang digunakan jaksa, juga tidak akurat. Jaksa pun masih menggunakan keterangan yang sudah dicabut di persidangan dalam menyusun surat tuntutan pidana mereka terhadap Adelin Lis.
Kejagung pun menggelar pemeriksaan internal terhadap jaksa yang menangani kasus Adelin Lis. Berdasarkan hasil pemeriksaan internal, Fachmi dijatuhkan sanksi penurunan pangkat dan mutasi sebagai staf ahli Jaksa Agung. Setelahnya, jaksa pun mengajukan permohonan kasasi atas vonis Adelin Lis kepada Mahkamah Agung (MA). Lembaga hukum tertinggi ini pun memvonis Adelin Lis bersalah dan dihukum 10 tahun penjara serta membayar denda Rp 200 miliar dalam kasus ilegal logging tersebut.(spr/nas)
|