JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Terdakwa Amrun Daulay menyatakan, dirinya tidak bersalah. Sebab, apa yang dilakukannya dalam proyek pengadaan mesin jahit dan sapi impor pada 2004 di Departemen Sosial (Depsos) itu, hanyalah melaksanakan perintah atasannya, yakni Mensos Bachtiar Chamsyah.
“Klien kami yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Banjamsos (Bantuan dan Jaminan Sosial-red), harus tunduk kepada perintah atasan. Selaku Dirjen secara struktural, dia adalah bawahan yang tidak bisa membantah dan harus melaksanakan kebijakan menteri,” kata kuasa hukum Amrun Daulay, Burhan Daulay saat membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam perkara tersebut yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/9).
Atas dasar tersebut, menurut Burhan, pertanggungjawaban pidana atas kebijakan ini tak bisa dibebankan kepadanya. Hal itu sepenuhnya ada di tangan Mensos selaku pembuat kebijakan tersebut. Terdakwa Amrun hanyalah sebagai pihak pelaksananya dan tidak bisa dilimpah tanggung jawab atas tindak pidana yang muncul.
Menurut Burhan, dalam pengadaan mesin jahit dan sapi impor yang merugikan kerugian negara sebesar Rp 15,138 miliar itu, kliennya saat itu tidak dalam posisi tidak sebagai pihak pengambil kebijakan dalam proyek tersebut. Ia hanya dalam kapasitas melaksanakan instruksi atasannya.
Selain itu, kata dia, surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum atas kliennya tidak cermat dan tidak jelas, karena tidak menjelaskan rumusan pasal 65 ayat 1 KUHP yang didakwakan. “Atas dasar tersebut, surat dakwaan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum,” tegas Burhan.
Dalam dakwaannya tersebut, terdakwa Amrun Daulay saat menjabat Dirjen Banjamsos melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam proyek pengadaan mesin jahit dan sapi impor. Amrun diduga telah melakukan penunjukkan langsung terhadap PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) untuk pengadaan mesin jahit dan PT Atmadhira Karya untuk pengadaan sapi impor.
Atas perbuatannya terdakwa, terdakwa dijerat secara berlapis, karena diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 UU jo Pasal 3 Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke 1KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.(mic/spr)
|