JAKARTA, Berita HUKUM - Perwakilan Pemerintah RI di Tiongkok bersama pemerintah setempat berencana menelusuri arus peredaran beras Tiongkok, yang diduga tercampur bahan sintetis ke Indonesia.
"Apakah beras sintetis memang murni dari Tiongkok, belum jelas betul, karenanya jika hasil laboratorium sudah pasti, jelas pula penanganannya," kata Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo kepada Antara di Beijing, Jumat (22/5).
Sementara itu Atase Perdagangan KBRI Tiongkok Dandy Iswara mengatakan akan bertemu dengan kantor administrasi umum karantina Tiongkok General Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantee/ AQIQ), terkait dugaan beras sintetis asal Tiongkok yang beredar di Indonesia.
"Selain itu akan dibicarakan pula langkah penelusurannya, tentang kemungkinan adanya beras sintetis yang beredar dan diekspor ke Indonesia," ungkapnya.
Berdasarkan data Kantor Bea dan Cukai Tiongkok tercatat ekspor komoditi beras ke Indonesia periode Januari-Maret 2015 dengan nilai 182 juta dolar AS.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih menunggu hasil uji laboratorium dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kendati hasil uji laboratorium Sucofindo sudah menyatakan bahwa beras tersebut positif mengandung bahan baku plastik.
Berdasarkan uji laboratorium PT Sucofindo, beras yang diuji mengandung senyawa plasticer dari tiga jenis, yakni BBP (benzyl butyl phthalate), DEHP (bis 2-ethylhexyl phthalate)), dan DINP (diisononyl phthalate), atau bahan-bahan untuk membuat pipa, kabel dan lainnya.
Kementerian Perdagangan berencana untuk mengeluarkan peraturan menteri perdagangan yang mewajibkan merek-merek dari semua produk, terutama bahan pokok, wajib terdaftar agar pemerintah lebih mudah untuk melakukan pengawasan.
Sementara ditempat yang berbeda, Saksi peredaran beras plastik di Kota Bekasi, Dewi Septiani (29), terus dimintai keterangan oleh polisi yang berusaha mendalami kasus ini, namun Dewi mengaku merasa tertekan secara psikologis.
"Saya kan hanya menyampaikan saja melalui media sosial agar masyarakat mewaspadai peredaran beras plastik. Bukan maksud saya mau bikin resah masyarakat," kata Dewi di Bekasi, Jumat (22/5).
Dia menilai penyidik kepolisian terkesan menyudutkannya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keresahan masyarakat terkait peredaran beras plastik.
Tidak itu saja dia juga menganggap penyidik terkesan menyudutkannya untuk bertanggung jawab atas penyebaran berita di media sosial.
Dewi pertama kali memublikasikan temuan beras plastik melalui Facebook dan Instagram sampai akhirnya diketahui wartawan.
"Saya memublikasikan temuan beras plastik yang saya beli dari kios beras di Mutiara Gading Timur semata-mata supaya masyarakat waspada, bukan untuk meresahkan masyarakat," kata Dewi.
Dewi mengungkapkan, selama diperiksa di Mapolsek Bantargebang sejak Selasa (19/5), dia tidak didampingi seorang pun kuasa hukum, bahkan Selasa itu dia mengaku diperiksa pukul 13.00 WIB hingga 21.30 WIB dengan dicecar pertanyaan yang sama.
Kamis kemarin laporan Dewi telah dilimpahkan ke Mapolresta Bekasi Kota dan sejak itu dia sudah didampingi pengacara.
"Namun saat ini saya sudah didampingi teman-teman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) jadi lebih tenang selama menjalani pemeriksaan di Mapolresta Bekasi Kota," kata Dewi.
Menurut dia, penyidik Mapolresta Bekasi Kota lebih kooperatif dalam menggali keterangan seputar peredaran beras plastik tersebut.
Dewi juga bersyukur atas penyataan Pemkot Bekasi yang telah memastikan bahwa berdasarkan uji laboratorium beras yang diperolehnya dari seorang penjual berinisial S mengandung bahan plastik.
"Saya bersyukur beras itu benar plastik. Mudah-mudahan (niat saya) ini menjadi kebaikan kita semua," kata dia.
Namun, gara-gara diperiksa secara simultan dalam kasus ini dalam status saksi, Dewi harus menghentikan sementara usahanya.
"Hingga saat ini saya belum membuka kembali jualan bubur dan nasi uduk saya karena harus menjalani keterangan polisi," kata dia.(rini/andi/Antara/bh/sya) |