MEDAN, Berita HUKUM - Sidang Lanjutan kasus penipuan 515 hektar lahan sawit yang dipimpin langsung oleh Kepala Pengadilan Negeri Medan Erwin Mangatas Malau, terhadap akta tanah seluas seluas 515 Hektar terdakwa Ignasius Sago kembali digelar. Sidang yang beragenda pemeriksaan keterangan saksi ini dilaksanakan diruang Cakra VI, yang menghadirkan lagi beberapa saksi berikutnya untuk dimintai keterangannya di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (3/8).
Saksi yang dihadirkan yakni Oding Rivaldi ST Msc (42), yang juga sebagai Kepala Cabang Kantor Pelayanan Pajak yang bernaung di lokasi tanah itu mengatakan, "Saya tidak tahu saat menerima fotokopi akta tanah yang sudah dibayar pajaknya tersebut dari siapa", ujarnya.
Saat JPU Jasmine Simanullang menanyakan tentang keabsahan akte tersebut terhadap Oding tentang pajak yang ditunggak Sago sebesar Rp. 6 Miliar, Oding mengatakan surat akta yang masuk dan keluar sudah ada yang terima. "Kalau surat resmi ada tanda terima, namun untuk data ini tidak. Yang diterima nomor 19 hingga nomor 35, merupakan fotokopi akta tanah dari notaris ke saya tentang pengalihan hak tanah dari Okto kepada PT. Tribatra. Dan yang sebenarnya tunggakan pajak sebesar Rp. 31 miliar bukan Rp. 6 Miliar", ujarnya pada persidangan.
Menurut keterangan saksi Oding, beliau mengatakan "Okto tidak pernah memberikan klarifikasi bahwa sebelumnya kantor pajak telah memberikan himbauan terhadap penunggak pajak sebesar Rp. 31 Miliar, namun terdakwa mengatakan hanya Rp. 6 Milyar tunggakan.
Total banyak tanah yang menunggak pembayaran pajak adalah 17 akta dalam melakukan transaksi", jelas petugas pajak yang sudah bekerja selama 18 tahun ini.
"Saat itu saya sudah mengeluarkan surat peringatan kepada Direktur PT. Sagu Nauli, yang berisi ultimatum pembayaran pajak. Yang pertama peringatan tenggang pembayaran pajak selama satu bulan, kalau juga belum bayar 1 minggu. Kalau belum terbit juga, dikeluarkan surat paksa dan lalu terakhir penyitaan UU nomor 19 tahun 2000, tentang pembayaran pajak upaya paksaan", ujarnya.
Saksi berikutnya yang dihadirkan adalah Sondang Matiur. Saksi Sondang Matiur yang juga sebagai Notaris yang menerbitkan akta pelepasan tanah atas permohonan Okto Benard Simanjuntak pada kasus akte tanah yang palsu ini.
Pada saat pengurusan pelepasan tanah itu, ia juga tidak mengetahui bahwa akte tanah yang ingin dijual Okto palsu. "Pada saat pengurusan surat - surat pelepasan atas hak tanah itu banyak orang yang juga mengurus. Jadi kurang mengetahui siapa yang punya, tapi sewaktu pengurusan akta ini seperti semacam perusahaan atau kelompok", ujar Sondang.
Sondang juga mengatakan, "Pembuatan pelepasan akte ini atas permintaan penjual yang sudah ditanda tangani, tapi belum ada pembeli pada saat itu". Diketahuinya permintaan pelepasan akte tanah ini bernama Okto Bernard Simanjuntak setelah pegawai dari kantornya Ida Murni Rahmadani Harahap yang juga sebagai saksi pada persidangan yang lalu, kerumah Okto untuk mengurus akte tersebut.
"Ada 67 sertifikat yang ingin dilepasnya bukan 17. Sedangkan kata Okto sebagai penjual tidak ada bukti pembayaran pajak atas tanah tersebut", ungkap Sondang kepada Majelis Hakim.
Sekadar mengingatkan, Iganius membeli lahan seluas 515 hektar dari Okto Bernand Simanjuntak (pelapor sekaligus tersangka lain dalam perkara ini). Awalnya Okto melaporkan karena sisa pembayaran belum dilunaskan. Objek lahan perkebunan yang diperjual belikan merupakan sebagian lahan sudah pernah dijual. Saat pembuatan akte, besaran harga jual beli tidak tercantum. Harga dimasukkan setelah sebulan akta dikeluarkan tanpa kesepakatan yang jelas. Harga jual tanah sebesar Rp 6 miliar. Iganisius didakwa melanggar Pasal 266 KUHP Pidana. Dia didakwa melakukan pemalsuan akte notaris terkait jual beli tanah seluas 515 hektar sebesar Rp6 miliar.(bhc/put) |