MEDAN, Berita HUKUM - Adanya ketidak adilan dalam proses penangkapan dan penahanan 4 tersangka pengguna sabu yang dilakukan Polsek Hinai, Langkat Sumatera Utara telah menciderai profesi kepolisian di Negeri ini.
Hal ini disampaikan, Said Assegaf SH, selaku Ketua Brigade Mahasiswa Masyarakat Pancasila Indonesia (BM-MPI) Langkat saat berada di Medan, Rabu (3/4).
Sebagai aktivis muda dan perduli dengan apa yang menimpa masyarakat di sekitarnya, Said merasa sangat kecewa dan meminta keadilan ditegakkan dengan sebenar-benarnya dalam perkara ini.
Dimana menurutnya polisi dalam perkara ini tidak adil karena dari 4 tersangka yakni Deni, Yunus, Ramadani dan seorang wanita bernama Silviani yang ditangkap pada waktu dan tempat sama, namun 2 diantaranya Yunus dan Ramadani dilepas.
Padahal hasil tes urine pada keduanya didapati positif sedang Deni memang ditahan karena di kantong celananya ada barang bukti sabu-sabu. Sementara sangat tidak adil bagi Silviani karena meski hasil tes urin negatif namun sampai saat ini masih ditahan. Padahal Silvi, warga Dusun VIII, Desa Batu Malenggang, Hinai, Langkat ini memiliki balita yang masih sangat butuh kasih sayangnya.
"Dimana letak keadilan yang sebenar-benarnya, dua orang yang jelas positif pengguna dari hasil urinnya positif malah dilepas sedang Silvi yang negatif dan memiliki anak kecil yang sangat butuh kasih sayang ibu masih ditahan," ujar Said.
Dijelaskan Said, berdasarkan informasi yang didapatinya dari kesaksian Silvi sendiri, polisi telah melakukan intimidasi dan ancaman terhadap dirinya untuk mengakui barang bukti sabu sebagai miliknya. Fakta ini penting untuk disampaikan agar kebenaran bisa terungkap sehingga orang yang tidak bersalah tidak menjadi korban.
Dimana pada saat penangkapan terjadi pada 22 Maret 2013 lalu, pagi itu Silvi tengah mencuci dikamar mandi yang berada diluar samping belakang rumahnya. Sementara suaminya bernama Yus berada didalam rumah sehingga Silvi tidak mengetahui kalau pada saat itu kedatangan 3 orang tamu yang langsung masuk kedalam kamar.
Kurang lebih pukul 09:30 WIB tiba-tiba ada orang yang datang langsung mendobrak pintu depan rumahnya, sehingga Silvipun terkejut apalagi melihat suami dan beberapa orang temannya yang tak tahu kapan datangnya, lari tunggang langgang keluar rumah dikejar beberapa orang pria. Silvi yang terkejut hanya bisa terpelongo melihat kejadian itu hingga datang salah seorang pendobrak pintu rumahnya yang ternyata mengaku polisi dan menarik tangannya untuk masuk kedalam rumah dari luar tempatnya mencuci.
Masih dalam kebingungannya, Silvi ditarik menuju kamar, tak berapa lama masuk kedalam rumah para polisi yang melakukan pengejaran bersama 3 teman suami Silvi yang berhasil diringkus tidak jauh dari TKP, sementara suami Silvi sendiri ternyata berhasil kabur.
Selama didalam kamar, Silvi disuruh mengambil benda (sabu-red) yang ada dalam lemari dikamar tersebut, namun Silvi tidak mau mengambilnya sehingga terjadi intimidasi pemaksaan ancaman pemukulan jika tidak mau mengambilnya. Karena takut dengan terpaksa Silvi melakukannya.
Dari pengakuan para tetangga dan warga sekitar saat Silvi dan 3 yang tertangkap dibawa kedalam rumah, terlihat aneh karena semua pintu dan jendela dirumah tersebut langsung ditutup pihak polisi.
Dimana pada saat itu, warga yang telah ramai berkumpul di tempat kejadian karena mendengar keributan dilarang untuk melihat. Bahkan orang tua Silvi sekalipun yang rumahnya berdekatan tidak diperbolehkan masuk untuk melihat keadaan anaknya.
Hingga akhirnya ke empatnya digelandang ke Polsek Hinai, namun anehnya Yunus dan Ramadani dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti. Sementara Silvi di Polsek Hinai terus di intimidasi untuk mengakui barang bukti sabu di lemari itu sebagai miliknya dengan disuruh menandatangani BAP. Padahal selama ini, sebagai istri, ia mengaku tidak tahu apa kegiatan suaminya apalagi soal sabu-sabu seberat 7 gram.
"Dari kronologis ini dapat disimpulkan kalau bahwa ini semua cerminan dari tidak profesional dan tidak mandirinya anggota kepolisian yang pada saat itu ditugaskan untuk melakukan penangkapan dibawah pimpinan Kanit Reskrim Polsek Hinai, Aipda R. Sembiring," kata Said.
Ketua BM-MPI Langkat tersebut juga menyimpulkan bahwa hukum yang berlaku ialah untuk mencari keadilan dan kebenaran bukannya untuk menghukum dengan dasar tidak jelas, adanya tendensi untuk sarana balas dendam atau pun utuk kepentingan pribadi.
"Terlebih lagi kami dari MPI yang satu-satunya organisasi yang sangat mendukung kenaikan gaji PNS, TNI dan POLRI sangat-sangat menyesalkan hal ini," tegas Said.
Terakhir Said berharap Kapolda Sumut agar segera melakukan pemeriksaan khusus terhadap oknum-oknum kepolisian Polsek Hinai agar kejadian ini dijadikan pelajaran untuk tidak terulang lagi.(bhc/and) |