JAKARTA, Berita HUKUM - Pertemuan para tokoh Nasional di Gedung KPK, dari akademisi JE Sahetapy, Komaruddin Hidayat, Bambang Harymurti, Hikmahanto Juwana, Anies Baswedan, meliputi tokoh agama dan budayawan: Pdt. Nathan Setiabudi, Romo Benny, Salahuddin Wahid, Taufiq Ismail dan Bambang Hari murti, Senin (1/10). sejumlah tokoh ini hadir ke gedung KPK, guna memberikan dukungan penguatan KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pertemuan ini juga di hadiri oleh kelima para Komisioner KPK serta Pimpinan KPK Abraham Samad. Pertemuan tersebut membahas tentang upaya pelemahan KPK dan Kelanjutan kasus Simulator Sim di Korlantas Mabes POLRI. Dalam press conference selepas pertemuan, Prof JE, Sahetapy mengatakan, "Presiden SBY jangan hanya punya politik pencitran, serta Kapolri harus sadar betul mengenai penanganan kasus simulator SIM. Ini adalah Konflik of Interest, bila ada konflik kepentingan dalam hal penegakkan hukum, maka mereka harus melepaskannya ke KPK, bila orang - orang di POLRI bersih, buat apa mesti takut, KPK kan tidak asal hantam kromo, saya ingatkan SBY sekali lagi, VOC hancur karena korupsi", ujar Guru Besar Ilmu Hukum Pidana ini.
Sementara itu, Sholahudin Wahid atau yang akrab di sebut Gus Sholah mengungkapkan, "
KPK dalam beberapa waktu terakhir mengalami pelemahan, yaitu salah satunya mengenai anggaran pembangunan gedung baru KPK yang belum di setujui, serta penarikan penyidik POLRI dari KPK", ungkapnya.
Ketua PGI Pendeta Nathan Setia Budi menyatakan, "masalah yang sedang di hadapai KPK menjadi ujian yang pelik bagi bangsa dan negara Indonesia ini, kami dari tokoh agama, mendukung benar KPK untuk memberantas korupsi, dan kita jangan sampai melemahkan KPK", ujarnya.
Ditambahkan Bambang Hari Murti, ia menyatakan bahwa, " KPK harus kita dukung dan harus kita kuatkan jangan sampai dilemahkan. Saat ini hanya ada 700 pegawai KPK, dan hanya memiliki 88 penyidik, bandingkan dengan Hongkong, Kita tertinggal jauh sekali, padahal jumlah penduduk Indonesia jauh di atas Hongkong, apa lagi anggarannya. Jadi kita harus terus mendukung pemberantasan korupsi", tegasnya.
Sedangkan Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, komitmen lembaga yang dipimpinya akan selalu siap, jika harus memanggil paksa Jenderal berbintang dua yang masih aktif tersebut. Ia menyatakan bahwa, "seperti apa yang telah diperlihatkan, saat penggeledahan di korlantas Mabes POLRI, jadi tidak ada kendala psikologis bagi teman - teman yang ada di KPK untuk memanggil paksa (Irjen Djoko)", tutur Abraham Samad.
Abraham menjelaskan, jika opsi memanggil paksa adalah merupakan pilihan terakhir. Maka yang bersangkutan Irjen Djoko akan dilakukan pemanggilan ulang terlebih dahulu. "Status tersangka dipanggil berulang - ulang, bila tidak mengindahkan panggilan, maka upaya terakhir yang akan kami tempuh ialah upaya paksa", jelasnya.
Mengenai ketiga tersangka lain yang juga telah ditetapkan oleh penyidik Polri, Abraham mengaku pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak Polri maupun Kejaksaan Agung.
Namun Abraham kembali menegaskan bahwa, Lembaga KPK yang dipimpinnya akan terus memperjuangkan penanganan kasus ini. "Bukan sekedar tidak mengalah, kami tidak akan mundur selangkah pun", pungkasnya.(bhc/put) |