JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) yang juga mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (18/1). Dalam kesempatan ini, selain menyampaikan undangan untuk menghadiri ingurasi Komodo dan peresmian Hidropower di Poso, Sulteng, JK juga menyampaikan usulan agar Pemerintah memprioritaskan pembangunan infrastruktur di Jakarta.
“Saya antara lain melaporkan kegiatan-kegiatan PMI dalam menangani bencana (banjir) seperti ini. Beberapa hal juga kita bicarakan. Beberapa hal ke depan justru saya satu pendapat dengan Bapak Presiden penanganan begini justru di musim hujan, jangan nanti begitu selesai banjir malah lupa, business as usual yang segera justru pada hari-hari ini perbaikilah infrastuktur,” ungkap JK kepada wartawan.
Diakui JK, dalam perbaikan infrastruktur untuk mengatasi banjir di Jakarta itu tentu akan membutuhkan banyak anggaran. Namun ia mengingatkan, lebih baik anggaran dialokasi untuk membangun infrastruktur dari pada mengalokasikan anggaran lebih banyak namun justru yang menikmati orang yang macet di jalan itu.
“Bagaimana jangan macet, uang itu jangan dihabiskan di macet. Tentulah harus berdasarkan sistem anggaran yang baik,” terang JK.
Menjawab pertanyaan wartawan mengenai wacana pemindahan ibukota, JK bersikukuh menjawab pendapatnya pribadi lebih baik memperbaiki infratruktur. “Kalau mau pindah, kemana?, Pindah kantor itu gampang, pindah orangnya bagaimana, kalau misalnya pegawai pusat 200.000 orang, banyak sekali termasuk tentara, jaksa, DPR bagaimana caranya memindahkan orangnya?”, kata JK setengah bertanya.
Ia mengemukakan, pindah kantor itu soal gampang, tapi orangnya butuh rumah, butuh yang lain-lain yang tidak semudah pindah kantor. “Paling kantor-kantor baru bergeser bisa saja, tapi memindahkan ibukota ke kota lain itu bukan pekerjaan yang mudah. Jadi pada dewasa ini, pemindahan ibuko bukan prioritaslah,” ungkap JK.
Bagi mantan Wapres itu, yang prioritas di Jakarta saat ini adalah memperbaiki banjirnya, membikin salurannya, memperbaki Banjir Kanal Barat, memperbesar Ciliwung. “Sangat tidak ada gunanya jika Jakarta tetap kumuh, yang kita hindari bukan Ibukotanya tapi kekumuhannya, banjirnya yang diselesaikan, bukan ibukotanya yang diselesaikan. Jangan balik pikiran,” jelas JK.
Adapun mengenai wacana menjadikan Jabodetabek sebagai Megapolitan yang perlu badan khusus, JK mempertanyakan usulan tersebut karena seolah-olah koordinasi antar instansi pemerintah saat ini tidak berjalan.
“Itu kan ide lama. Sudah sejak saya di tim (pemerintah), Megapolitan itu sudah menjadi pikiran dan wacana,” ungkap JK.
Menurut JK, yang penting adalah koordinasinya. Koordinasi tentu tidak terlalu sulit karena ada menteri yang menkoordinasikan sesuai dengan bidangnya masing-masing ataupun langsung kepada Presiden yang memerintah koordinasi itu.
Banyak koordinasi bisa dilakukan tanpa membentuk suatu lembaga karena di Indonesia setelah ptonomi, khususnya penggabungan itu tidak mudah by law karena mempunyai suatu kewenangan, “Yang penting menteri, katakanlah Menteri PU benar-benar mengkoordinasikannya sehingga saling fungsi itu ada hulu ada hilir yang teratur, kalau soal pemerintaha sudah ada Mendagri yang bisa mengkoordinasikan itu, kalau masalah lingkungan juga ada Menteri Lingkungan. Jadi, tidak perlu katakanlah satu orang masing-masing dari pemerintah daerah bisa bersatu saya kira itu. Daripada capek memikirkan megapolitan, kita laksanakan yang ada saja,” tukas JK .
Turut mendampingi Presiden SBY saat menerima mantan Wapres Jusuf Kalla itu adalah Mensesneg Sudi Silalhi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.(kun/es/skb/bhc/opn) |