MEDAN, Berita HUKUM - Melanjuti permasalahan kasus perceraian yang meningkat signipikan, kasus perceraian dikota Medan menjadi perhatian masyarakat, baik dari psikiater hingga para ulama turut prihatin. Sampai bulan Juli ini, sebanyak 781 wanita Medan menjadi janda akibat perceraian ini. yang Memungkinkan akan menyentuh angka 1500 pada akhir Desember nanti.
Menurut pakar psikolog Direktur Biro Psikologi Persona Dra. Irna Minauli M.Si, mengatakan bahwa, "Penelitian menunjukkan di kota - kota besar angka perceraian sudah mencapai 10%. Sedangkan mereka yang merasa dirinya bahagia sebanyak 5%, yang sangat bahagia mencapai 5%. Sisanya, 80% berada dalam perkawinan yang Ibarat api dalam sekam", ujarnya.
"Pada kelompok terakhir ini, mereka yang terlihat adem ayem tetapi sebenarnya mereka cenderung memendam konflik yang tidak terselesaikan. Nah, kelompok inilah yang berbahaya karena mereka bisa semakin menambah jumlah perceraian, sehinga tidak mustahil angkanya akan semakin membengkak", kata Irna hari ini.
Ditambahkannya, "Penyebab perceraian yang paling banyak adalah karena faktor ekonomi, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Secara ekonomi, saat ini banyak laki - laki yang dinilai tidak mampu menafkahi istri dan keluarganya, sehingga hal ini membuat pasangannya merasa keberatan. Perselingkuhan juga menjadi hal semakin banyak dialami oleh pasangan suami istri. Selain banyaknya kekerasan dalam rumah tangga", tambahnya.
Ada beberapa jenis kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pasangan suami istri (pasutri). Irna Minauli juga menjelaskan, "kekerasan dalam rumah tangga ini memiliki beragam bentuk, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan finansial, kekerasan sosial dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik yang paling banyak dilaporkan karena terlihat sangat nyata dan membekas", katanya.
Kekerasaan ini sering diwarnai pemukulan, tendangan, tamparan dan sebagainya. Kekerasan emosional biasanya berupa penghinaan yg dilontarkan oleh pasangan. Kekerasan finansial dilakukan ketika seorang pasangan sangat membatasi keuangan bagi pasangannya, atau dengan perkataan lain, mendapat pasangan yang sangat pelit. Kekerasan sosial dilakukan ketika seorang pasangan membatasi pergaulan sosial dari pasangannya, Adanya pelarangan untuk bergaul atau bertemu dengan orang lain atau keluarganya, Kekerasan seksual ketika pasangan memaksakan untuk melakukan aktivitas seksual yg tidak disetujui oleh pasangannya.
Sementara itu kepala Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Syifa', yang juga salah satu Dosen di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Ustad DR. Adil Akhyar. SH. LL. M mengatakan, "sangat diperlukan pendalaman agama tentang menikah sebelum melakukan perkawinan", ujarnya.
"Bisa jadi, terkadang para pasutri tidak menerima kenyataan yang akan muncul terhadap pasangannya. Untuk itulah dinding - dinding agama diperkokoh agar menciptakan keluarga yang sangat saqinah, mawadah dan warahmah dan juga tentang Program yang ada yaitu sistem perkawinan dan prapernikahan harus dijalankan dengan sungguh - sungguh agar tidak jadi formalitas belaka. Pasangan harusnya tetap diberi semacam training sebelum menikah, sehingga benar - benar merasakan cinta kepada pasangannya untuk mencegah peningkatan angka perceraian." pungkasnya. (bhc/put)
|