Dalam serangkaian cuitannya, Trump menyebut Obama sebagai 'orang jahat (atau sakit).(Foto: Istimewa).
AMERIKA SERIKAT, Berita HUKUM - Tuduhan Presiden Donald Trump bahwa pendahulunya, Barck Obama, memerintahkan penyadapan terhadap telefon-telefonnya merupakan tudingan 'yang sepenuhnya salah,' kata seorang juru bicara Obama.
Juru bicara itu, Kevin Lewis, mengatakan bahwa "Baik Presiden Obama maupun pejabat Gedung Putih lainnya tidak pernah memerintahkan pengawasan pada warga negara AS mana pun."
Sebelumnya, Trump bercuit: "Mengerikan! Baru saja ditemukan bahwa Obama melakukan penyadapan terhadap saya di Trump Tower sebelum kemenangan saya (di pemilihan presiden). Tak ada yang mereka temukan (dalam penyadapan itu). Ini adalah McCarthyisme!"
McCarthyisme, yang diacu Trump, berkaitan dengan perburuan dan penindasan pada kaum komunis Amerika Serikat dan sekutu mereka pada 1950-an yang dipimpin oleh Senator Joe McCarthy.
Tidak jelas mengapa Trump membandingkan dirinya dengan kaum kiri para korban aksi Joe McCarthy, dan Trump tidak pula memberikan detail yang mendukung tudingannya.
Dalam pernyataannya, juru bicara Obama mengatakan "Ketentuan utama pemerintahan Obama adalah bahwa tidak boleh ada pejabat Gedung Putih yang boleh turut campur dalam penyelidikan independen yang dipimpin oleh Departemen Kehakiman."
Pernyataan itu mengisyaratkan kemungkinan bahwa sedang berlangsung suatu penyelidikan yudisial. Gedung Putih mengakui, Jaksa Agung AS Jeff Sessions bertemu duta besar Rusia sebanyak dua kali selama kampanye presiden Donald Trump tahun lalu.
Sebelumnya Ben Rhodes, penasihat kebijakan luar negeri dan penulis pidato Obama, juga menjawab tudingan Trump lewat cuitannya: "Tidak ada Presiden yang boleh memerintahkan penyadapan. Larangan ini ditetapkan untuk melindungi warga negara dari orang-orang seperti Anda."
Trump, yang sedang berada di resor miliknya di Florida, melontarkan serangkaian twit, Sabtu pagi sekali, setelah pukul 06:30 waktu setempat (18:30 WIB).
Dia menyebut dugaan penyadapan itu 'rendah sekali' dan mengatakan 'Ini adalah Nixon/Watergate' -mengacu pada skandal politik yang paling terkenal dari tahun 1972, yang menyebabkan kejatuhan Presiden Richard Nixon, setelah komplotan mata-mata politik, sabotase dan penyuapan, terungkap oleh media. Hak atas fotoREUTERS
Saat pemerintahnya terus diguncang oleh terungkapnya hubungan dengan pejabat Rusia selama dan setelah pemilu tahun lalu, Presiden Trump tampaknya memutuskan bahwa identitas sosok jahat di balik kekacauan itu adalah Barack Obama.
Adalah sang mantan presiden itu, Trump menegaskan, yang ikut campur dalam kampanye Pilpres 2016, bukan Rusia. Obama, katanya, adalah pihak yang perbuatannya pantas diselidiki.
Cuitan pagi Trump itu menyusul wawancaranya pada hari Selasa lalu, saat ia menuduh Obama dan 'orang-orangnya' mendalangi serangkaian unjuk rasa belakangan ini di berbagai tempat di Amerika Serikat. Ia juga menuding Obama berada di balik pembocoran informasi pemerintah yang telah mempermalukan Gedung Putih.
Sebelum Trump mencuit, seorang pembawa acara radio konservatif, Mark Levin, yang kemudian dikutip oleh Breitbart News, situs yang dijalankan oleh Steve Bannon sebelum ia menjadi kepala strategi Trump, melontarkan tuduhan senada.
Levin mengatakan Kongres harus melakukan penyelidikan terhadap apa yang disebutnya taktik 'negara polisi' Obama di bulan-bulan terakhir kepresidenannya untuk mengganggu kampanye Trump.
Breitbart merangkum tuduhan Levin bahwa:
- Pemerintahan Obama mengusahakan, dan akhirnya mempperoleh, otorisasi untuk menyadap tim kampanye Trump
- Penyadapan terus dilakukan bahkan ketika tidak ditemukan bukti
- Pemerintah Obama kemudian melonggarkan aturan NSA (National Security Agency) agar bukti-bukti yang diperoleh bisa disebarkan secara luas dalam pemerintahan
Beberapa waktu belakangan, Trump berada di bawah tekanan FBI dan penyelidikan kongres atas dugaan bahwa terjadi kontak antara para pembantunya dan para pejabat Rusia selama kampanye pemilu.
Laporan media dalam beberapa minggu terakhir mengisyaratkan bahwa musim panas lalu pemerintah mengupayakan surat perintah dari Foreign Intelligence Surveillance Act (Fisa) untuk memantau anggota tim kampanye Trump yang diduga melakukan kontak secara teratur dengan para pejabat Rusia.
Ajuan surat perintah ini awalnya ditolak tapi kemudian disetujui pada bulan Oktober, menurut laporan itu. Belum ada konfirmasi resmi dan juga tidak jelas apakah hal ini berkembang menjadi penyelidikan penuh.(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com