Bali-Kementerian Negara Lingkungan Hidup memberikan cap kepada tujuh perusahaan sebagai ‘perusahaan hitam’, karena merusak lingkungan. Dalam waktu dekat, ketujuh perusahaan tersebut segera diseret ke pengadilan. "Tujuh perusahaan akan dibawa ke pengadilan. Sekarang, kami masih mengumpulkan bukti," kata Meneg LH Gusti Muhammad Hatta kepada wartawan, usai membuka rapat kerja nasional bertajuk ‘25 Tahun Amdal’ yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7).
Diungkapkan, ketujuh perusahaan tersebut, berada di Jawa Timur dan Kalimantan. Sebanyak lima industri ikan di kawasan Jawa Timur dan dua perusahaan tambang di Kalimantan. Perusahaan itu dinilai merusak lingkungan berdasarkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (proper) dalam Pengelolaan Lingkungan. Perusahaan akan diseret pengadilan jika mendapatkan label hitam sebanyak dua kali. "Tujuh perusahaan itu sudah dua kali mendapatkan label hitam," jelas Hatta.
Dalam kategori penilaian, lanjutnya, tiap perusahaan akan mendapatkan label warna, berupa hitam, merah, biru, hijau, dan emas. Perusahaan yang memenuhi syarat Amdal akan mendapatkan label biru. "Yang hitam sudah dicatat. Kalau dapat dua hitam akan diajukan ke pengadilan," imbuhnya.
Namun, Hatta pesimis kalau perusahaan yang diseret ke pengadilan mendapatkan hukuman berat di pengadilan. "Sampai di pengadilan, sedihnya tuntutan ringan dan denda ringan. Bahkan, saya punya dua kasus yang selama dua tahun tidak selesai," tegasnya.
Untuk menargetkan hukuman berat kepada perusahaan hitam perusak lingkungan, Kementerian Negara LH bakal menandatangi MoU bersama Jaksa Agung dan Kapolri. Bahkan, hakim yang menangani kasus lingkungan hidup harus telah mengantongi sertifikat lingkungan hidup.
Sepanjang 2011 ini, Kemenneg LH telah melakukan proper tahap I kepada 680 perusahaan. Hasilnya, sebanyak 25 persen perusahaan masih mendapatkan label hitam dan merah. Targetnya, pada 2012 akan melakukan penilaian terhadap 1.000 perusahaan. Denda tertinggi kepada perusahaan yang merusak lingkungan mencapai Rp 36 miliar hingga Rp 90 miliar. "Uang itu dikembalikan ke masyarakat yang lingkungannya terkena dampak," kata Hatta.(dtc/ans)
|