Pidana |
|
Walhi
Tuntutan 10 Bulan dan Denda 150 Juta Kasus Kejahatan Lingkungan Ciderai Komitmen Pemerintah
Monday 19 May 2014 21:43:29 |
|
 Ilustrasi. Tuntutan Ringan Untuk Kasus Kejahatan Lingkungan, Tuntutan 10 bulan dan denda 150 juta subsider 3 bulan kurungan Direktur PT. Kalista Alam ciderai komitmen pemerintah.(Foto: Istimewa) |
|
JAKARTA, Berita HUKUM - Perkara pidana kasus kejahatan Perkebunan dan Lingkungan atas Perkara Nomor 132/Pid.B/2013/PN MBO dengan terdakwa Direktur PT. Kalista Alam Subiyanto Rusyid telah memasuki agenda tuntutan. Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Meulaboh (6/5/) Jaksa Penuntut Rahmat Nur Hidayat hanya menuntut 10 bulan dan denda RP.150 juta, subsider 3 bulan kurungan atas kejahatan membuka lahan tanpa izin di rawa Tripa Aceh.
Sebelumnya PT. Kalista Alam juga diputus bersalah oleh PN Meulaboh dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar 366 milliar karena terbukti bersalah melakukan pembakaran lahan gambut rawa tripa yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kebakaran lahan tersebut mengakibatkan gas - gas yang dikeluarkan saat terjadinya pembakaran melewati nilai ambang batas sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.
Rendahnya tuntutan jaksa penuntut umum menjadi preseden buruk atas upaya pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan. Penegakan hukum yang lemah dipastikan akan mengganggu komitmen pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan international pada tahun 2020.
Dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Direktur PT. Kalista Alam telah mengakibatkan kerugian besar terhadap pengelolaan sumber daya alam di Aceh. Kerugian bukan hanya materiil tetapi kerugian lingkungan (ekologis) yang dampaknya luar biasa kepada kehidupan berikutnya. Tuntutan 10 bulan dan denda 150 juta, subsider 3 bulan kurungan kepada Direktur PT. Kalista Alam tidaklah mampu menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan.
Manager unit kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana lingkungan hidup Indonesia (WALHI) Muhnur Satyahaprabu menuding Jaksa tidak serius menjerat direktur PT. Kalista Alam. Harusnya Jaksa menggunakan pasal dengan hukuman berat atas pelaku kejahatan perkebunan dan lingkungan “pengenaan undang-undang no.18 tahun 2004 tentang perkebunan pasal 46 ayat (2) adalah salah satu tolak ukur keseriusan JPU, kenapa jaksa tidak memakai pasal 46 ayat (1) yang jelas hukumannya lebih berat. Kalau dilihat dari fakta maka cukup mengatakan bahwa ada kesengajaan jahat (men rea) yang dilakukan oleh PT Kalista Alam.” Kata Muhnur.
Lebih lanjut Muhnur meminta kepada jaksa Penuntut umum untuk lebih progresif dalam menjerat pelaku kejahatan perkebunan dan lingkungan, jerat hukum tidak boleh berhenti disubyek individu atau person tetapi jaksa seharusnya bisa menjerat korporasi PT. kalista Alam. Kejahatan korporasi sangat jelas diatur dalam undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “jaksa harus mampu merekonstrusikan bahwa tindakan tindakan yang dilakukan oleh Direktur PT. Kalista Alam adalah tindakan atas nama jabatan dia bukan perintah atau dalam kapasitas pribadi”. tambah Muhnur;
Sementara itu Muhamad Nur Direktur Eksekutif Walhi Aceh menambahkan bahwa sebelumnya izin PT. Kalista Alam sudah dicabut oleh Mahkamah Agung. Saatnya pemerintah daerah mengambil alih lahan seluas 1.605 Hektar yang berlokasi di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul Makmur Kabupaten nagan Raya dijadikan sebagai Kawasan Konservasi dan Walhi Aceh juga mendukung pengelolaan lahan tersebut diserahlam le[ada pemerintah Kabupaten Nagan Raya. “saat ini upaya Kasasi PT. Kalista Alam ditolak berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor Register : 455/K/TUN/2012, untuk itu Walhi mendesak pemerintah melakukan upaya perlindungan terhadap areal seluas 1.605 hektar yang semula dikuasai oleh PT. Kalista Alam segara ditetapkan sebagai wilayah konservasi” kata M.Nur.(rls/wlh/bhc/sya) |
|
|
|
|
|
|
|
ads1 |
×
|
ads2 |
 |
ads3 |
 |
|