YOGYAKARTA (BeritaHUKUM) - Peneliti dan Mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta berhasil mengembangkan konverter gas untuk mobil berbahan bakar premium serta gas bumi. Teknologi yang dikembangkan sejak 2009 itu, diterima Menteri Ristek, Gusti Muhammad Hatta, Jumat (20/4), di halaman parkir gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) setelah melewati perjalanan dari Yogyakarta sejak Selasa (17/4/2012) lalu.
Mobil yang menggunakan bahan bakar Compressed Natural Gas (CNG) melalui sistem konverter ini pun dipamerkan dalam ajang pameran Kampus UGM di Jakarta, Jumat ini.
Teknologi hasil karya anak bangsa itu ternyata juga berhasil mengembangkan konverter untuk hidrogen, mesin diesel, dan sepeda motor.
Melihat hasil inovasi dari UGM, menristek berjanji akan terus berupaya meningkatkan insentif riset dan teknologi.
"Mobil berbahan bakar gas ini, diharapkan menjadi jawaban atas rencana pemberlakuan pembatasan penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi. Ini bukti bahwa anak bangsa mampu membuat teknologi konverter pada mobil gas," kata Gusti, sambil melihat satu persatu mobil berbahan bakar non minyak tersebut.
Muhammad Bastian, mahasiswa FT jurusan mesin UGM, menjelaskan, cara kerja konverter pada mobil gas UGM ini cukup sederhana. Berawal dari tabung gas bertekanan 200 bar yang diletakkan di jok belakang mobil. Gas lalu disalurkan ke bagian mesin di depan.
"Melalui konterver yang ada, tekanan dapat diturunkan menjadi 2-3 bar sebelum akhirnya masuk ke bagian injeksi gas dan manipol. Tenaga gas ini bisa diubah dengan bensin ketika berjalan atau dalam kecepatan tinggi," jelas Bastian.
Menurutnya, penggunaan CNG lebih hemat sekitar 20 persen dibandingkan premium. Pemakaian 1 lsp gas dapat menempuh jarak 12 km. Dalam penelitian tim UGM, konverter kit yang dipasang pada mobil bermesin 1600 cc, mampu melaju dengan kecepatan 120 km per jam.
Terkait hasil penelitian,Menristek optimis, mobil berbahan bakar gas ini dapat diproduksi secara massal. Penggunaan BBG dinilai mampu meningkatkan ketahanan energi nasional.
Emisi gas buang BBG juga lebih bersih dan ramah lingkungan. Terpenting lagi, harganya yang lebih murah 40 hingga 45 persen dibanding BBM, sehingga dapat mengurangi beban subsidi negara.
"Teknologi ini sangat sesuai, apalagi diperkirakan 50 tahun ke depan sudah memasaki era penggunaan bahan bakar hydrogen," tambah Gusti Hatta.
Pemerintah kini sedang mendiskusikan soal rumusan dan aturan hukum akan penetapan harga dan terkait infrastruktur bagi penggunaan gas bumi sebagai energi dalam kebutuhan transportasi. Diharapkan dengan hadirnya aturan tersebut, penggunaan gas pada transportasi umum dapat menekan nilai APBN pada BBM bersubsidi. (Bhc/anj/boy) |