JAKARTA, BeritaHUKUM - Nilai ekspor hasil perikanan Indonesia berdasarkan total komoditi bulan Januari hingga November mencapai US$ 3,77 miliar meningkat 6,98 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2012 dengan nilai US$ 3,53 miliar. Udang menjadi komoditi yang merajai ekspor perikanan, dengan nilai yang disumbang sebesar US$ 1,280 juta, disusul tuna US$606 juta, ikan lainnya US$ 700 juta dan hasil perikanan lainnya US$ 746 juta. Komoditi yang paling besar mengalami peningkatan nilai ekspor adalah udang sebesar 25,46 persen dengan nilai kontribusi terbesar adalah udang beku senilai US$ 1,121 juta. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo di Jakarta, Rabu (2/4).
Sharif menjelaskan, secara keseluruhan volume ekspor hasil perikanan Indonesia untuk periode Januari hingga November 2013 mencapai 1.136.927 ton meningkat 2,18 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2012 sebesar 1.112.700 ton. Dari total volume ekspor hasil perikanan tersebut, komoditi yang paling banyak berkontribusi adalah tuna sebesar 174.566 ton, kemudian hasil perikanan lainnya sebesar 174.070 ton, rumput laut sebesar 169.230 ton, udang sebesar 124.230 ton dan ikan lainnya sebesar 465.435 ton. "Volume ikan lainnya merupakan volume tertinggi dibanding komoditi lainnya, dengan komoditi yang paling berkontribusi adalah ikan lainnya beku sebesar 343.882 ton. Sedangkan komoditi yang mengalami peningkatan volume ekspor terbesar dibandingkan bulan November 2012 adalah ikan hias sebesar 208,97 persen dan kepiting sebesar 32,28 persen", ujarnya.
Negara tujuan ekspor hasil perikanan Indonesia yang paling besar peningkatan volumenya adalah Tiongkok meningkat 100,42 persen, dipasok dari komoditi kepiting sebesar 12.490 ton. Selanjutnya, Uni Eropa meningkat 59,76 persen dari komoditi tuna/cakalang sebesar 38.790 ton dan kepiting sebanyak 1.555 ton meningkat 37,37 persen. "Pada bulan November 2013 terjadi penurunan volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke Jepang sebesar 5,45 persen dan 7 persen dibanding bulan November 2012 dan yang paling besar penurunannya baik dari segi volume dan nilai adalah komoditi ikan lainnya sebesar 32,31 persen dan 43,70 persen", ungkap Sharif.
Apabila ditinjau secara menyeluruh berdasarkan komoditi dan negara tujuan, penurunan volume ekspor terbesar adalah komoditi tuna/cakalang yakni 49,25 persen dan udang sejumlah 44,50 persen, dengan tujuan ekspor ke negara Tiongkok. Menurut Sharif, penurunan tuna/cakalang ke Cina merupakan dampak dari bocornya pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, Jepang akibat tsunami besar dan gempa yang melanda Jepang pada tahun 2011. Akibatnya, terjadi radiasi tingkat tinggi yang mencemari laut Jepang, sehingga Tiongkok mengurangi penerimaan tuna/cakalang dikarenakan kesulitan untuk mengekspor kembali produk olahan tersebut ke negara-negara lainnya seperti ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. "Sedangkan Penurunan volume ekspor udang ke negara Tiongkok tersebut merupakan dampak dari penyakit EMS (Early Mortality Syndrome) pada udang yang sedang mewabah di Tiongkok yang menyebabkan udang dari Tiongkok tidak bisa dipasarkan lagi ke negara lain, sehingga negara Tiongkok membatasi penerimaan ekspor khususnya udang windu dan udang vaname yang masuk ke negaranya", jelas Sharif.
Selanjutnya, untuk mempercepat dan meningkatkan pasar ekspor perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menempuh beberapa langkah-langkah strategis. Pertama, melakukan branding produk perikanan di pasar internasional dengan target nilai ekspor sebesar US$ 5,65 miliar dan meningkatkan citra produk hasil perikanan. Kedua, market intelligence pasar internasional dengan harapan nilai jual produk perikanan meningkat. Kemudian, pengendalian impor dan diversifikasi pasar ekspor dengan membuka pasar ekspor di Eropa Timur dan Timur Tengah. "Selain itu, KKP gencar melakukan promosi peningkatan ekspor produk perikanan di pasar internasional. Misalnya beberapa waktu yang lalu, KKP mengikuti pameran seafood internasional terbesar di wilayah Amerika utara yaitu Seafood Expo North America (SENA) yang berlangsung pada tanggal 16-18 Maret 2014 di Boston", tutup Sharif.(bhc/pjminews/ant) |