Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
UU Lalu Lintas
Uji UU Lalu Lintas, Saipul Pertajam Permohonanya
Sunday 08 Jul 2012 05:30:38
 

Pengacara R.M Tito Hananto K (kanan) dan Tim Pengacara Saipul Jamil (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Pengujian Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 tahun 2009 yang diujikan oleh Saipul Jamil di Mahkamah Konstitusi, Jumat (6/7), telah memasuki sidang perbaikan. Dalam kesempatan ini, Saipul Kembali mempertajam permohonannya yakni dia memohon kepada Mahkamah supaya UU Lalu Lintas khususnya Pasal 310 untuk ditafsirkan lebih jelas.

“Pemohon memohonkan kepada Mahkamah untuk memberikan penafsiran yang lebih khusus atas Pasal 310 Undang-Undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas sepanjang frase ‘kelalaiannya’ dan ‘orang lain,” urai kuasa hukum Saipul Jamil, Santoso saat membacakan petitum permohonan dihadapan Majelis Hakim Konstitusi, di Ruang Sidang Panel MK.

Alasannya, frase “kelalaiannya” UU a quo tidak memberikan definisi atau penjelasan mengenai dalam kondisi apa dan bagaimana seseorang dapat dinyatakan melakukan kelalaian. Frase tersebut, kata R.M Tito Hananto K selaku kuasa hukum yang lain, juga tidak diatur dalam pasal 359 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). “Sehingga di dalam perundang-undangan hukum pidana di Indonesia belum terdapat definisi resmi mengenai apa yang dimaksud dengan kelalaian,” tutur Tito.

Dengan tidak ditafsirkan secara jelas, kuasa hukum Pemohon, menilai frase “kelalaiannya” dalam Pasal a quo bisa menyebabkan penafsiran yang lebih luas oleh para penegak hukum. Hal demikian dapat merugikan Pemohon, karena tidak ada kepastian hukum mengenai definisi frase “kelalaiannya”. “Pemohon hanya Korban dalam suatu peristiwa kecelakanaan Lalu Lintas yang terjadi akibat faktor-faktor diluar dari kuasa dirinya, sehingga tidak patut Pemohon dinyatakan melakukan ‘kelalaian,” tutur kuasa hukum itu. Seperti yang dikutip dari mahkamahkonstitusi.go.id pada Jumat (6/7).

Menurut Pemohon, dalam frase “kelalaiannya” sepatutnya didefinikan secara pasti dalam keadaan seperti apa dan bagaimana dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang “lalai”. Semisal, keadaan seseorang yang mengkonsumsi zak-zak adiktif, minuman beralkohol, narkotika yang mengakibatkan hilang dan berakurangnya kesadaran seseorang.

Namun, Pemohon sebelum terjadinya musibah kecelakaan lalu lintas pada tanggal 3 September 2011 yang menyebabkan meninggalnya istri Pemohon, Virginia Anggraeni itu, sama sekali tidak mengkonsumsi zat-zat adiktif, minuman beralkohol, dan narkotika yang mengakibatkan hilang dan berakurangnya kesadaran seseorang.

Disisi lain, mengenai frase “orang lain” yang tercantum dalam Pasal 310 ayat (4) UU a quo, menurut kuasa hukum Pemohon yang lain, R. Sidauruk, juga tidak terdapat penjelasan yang resmi mengenai siapa saja yang dimaksud dengan “orang lain”. “(adanya) Frase ‘orang lain’, Pemohon juga sangat dirugikan hak konstitusionalnya,” ujar Sidauruk.

Dalam ketentuan UU a quo Pasal 310 ayat (1) telah menyebutkan, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)."

Sementara ayat (2) juga telah menyebutkan, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah)."

Dan ayat (3) menyebutkan, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)."

Serta ayat terakhir yakni (4) menyebutkan, "Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).(sbu/mh/sya)



 
   Berita Terkait > UU Lalu Lintas
 
  Uji UU Lalu Lintas, Saipul Pertajam Permohonanya
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2