Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
UU PPh
Uji UU PPh, Ahli: Regulasi Pajak Harus Jelas
Tuesday 07 Oct 2014 15:17:36
 

Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia Haula Rosdiana ahli yang dihadirkan pemohon saat menyampaikan keahliannya dalam sidang Uji MAteri UU Pajak Penghasilan, Senin (6/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.(Foto: Humas/Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Apabila pemerintah mendorong produktifitas untuk meningkatkan daya saing nasional, seharusnya pemerintah konsisten dengan memberikan regulasi perpajakan yang jelas.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia Haula Rosdiana. Menurutnya, sudah menjadi hak konstitusi bahwa kepastian adalah hak yang penting. Namun, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) telah menimbulkan ketidakjelasan.

“Ketika objek UU PPh Pasal 23, khususnya jasa lain, diserahkan kepada dulu direktur jenderal pajak, sekarang kepada menteri keuangan, berapa banyak kasus-kasus ketidakjelasan yang akhirnya berujung kepada pengajuan keberatan dan banding? Karena di Indonesia tidak menganut yurisprudensi, kejadian ini berulang-ulang kali terjadi,” ujarnya dalam sidang lanjutan perkara nomor 47/PUU-XII/2014 di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Senin (6/10).

Lebih lanjut, dia menjelaskan Pasal 23 UU PPh merupakan prepare tax yang pajaknya dipungut oleh negara. Ketika negara meminta bantuan kepada pihak ketiga untuk memotong pajak, seharusnya negara memberikan regulasi yang jelas mengenai objek dan mekanisme pemungutan pajak tersebut. “Nah, ini tidak boleh multitafsir. Kenyataannya ada perbedaan interpretasi, justru mereka yang katanya membantu negara malah dikenakan sanksi, ya. Sanksinya itu berupa apa? Sanksinya tadi yang dianggap kurang potong ditagih, plus dengan sanksi berupa bunga,” imbuhnya.

Terkait kepastian dalam perpajakan, menurut Haula hal itu merupakan prinsip yang harus dipegang teguh ketika mendesain suatu sistem perpajakan. “Yang Mulia, tentu kita semua sudah sangat kenal dengan jargon nothing certain but death and taxes, jadi itu syarat mutlak dan enggak bisa ditawar-tawar ya,” cetusnya.

Apabila ketidakpastian dalam pajak terus ada, dia mengkhawatirkan kondisi perpajakan ke depan karena pajak adalah darah negara. Lebih dari 70% APBN ditopang oleh pajak. Namun selama 12 tahun terakhir hanya baru 3 kali penerimaan pajak itu tercapai.

“Mari kita pikirkan bersama, apakah ini juga tidak disebabkan oleh ketidakpastian dari regulasi? Hati-hati ketika tingkat kepatuhan wajib pajak itu sangat rendah atau rendah, itu sebetulnya sinyal yang diberikan rakyat kepada pemerintah bahwa ada yang salah. Beberapa Ahli bahkan mengatakan, itulah bentuk hukuman dari rakyat kepada pemerintah ketika membuat peraturan yang tidak jelas, tidak transparan, dan tidak akuntabel,” tutupnya.

Sedangkan Ahli Kemaritiman Chandra Motik Yusuf mengatakan PT. Cotrans Asia sebagai Pemohon merupakan perusahaan pelayaran yang diberikan izin dengan Surat Izin Usaha Pengangkutan Angkutan Laut (SIUPAL). Izin tersebut menurutnya merupakan izin yang khusus. “Jadi, apa yang disebutkan oleh perusahaan pelayaran adalah usaha yang khusus, tidak bisa lagi dilakukan untuk hal-hal yang lain. Apabila dalam Pasal 23 UU PPh itu adalah masuk jasa-jasa yang lain, itu tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan pelayaran ini karena itu tidak masuk di dalam lingkup izin yang diberikan oleh mereka oleh pemerintah, yaitu Perhubungan Laut,” paparnya.

Sebelumnya, perusahaan pelayaran PT Cotrans Asia menguji Pasal 23 ayat (2) UU PPh yang dinilai memberikan ketidakpastian hukum. Diwakili kuasa hukumnya Denny Kalimalang, Pemohon menilai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, memakai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut termasuk pemotongan pajak penghasilan. Hal tersebut, imbuh Pemohon, tidak dapat dilakukan lantaran jenis jasa Pemohon masuk dalam lingkup pelayaran yang memiliki karakteristik berbeda dari jenis usaha lainnya sehingga semestinya tunduk pada UU Pelayaran.

Lebih lanjut, Pemohon menilai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam Pasal 23 ayat (2) UU PPh telah tumpang tindih dengan UU lain yang mengatur bidang usaha tertentu sehingga telah melanggar asas-asas pembentukan perundang-undangan. Apalagi, sebelum direvisi, pasal yang sama tidak pernah memberikan kewenangan kepada siapapun untuk menentukan pungutan pajak atas penghasilan ‘jasa lain’ , tetapi hanya menentukan siapa pihak pemotong pajak.

Adapun Pasal 23 ayat (2)UU PPh berbunyi:

“Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”

Oleh karena itu, Pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut inkonstitusional sepajang dimaknai dengan tanpa memperhatikan UU lain yang telah mengatur klasifikasi lapangan/bidang usaha tertentu.(Lulu Hanifah/mh/mk/bhc/sya)




 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2