JAKARTA, Berita HUKUM - Pembagian daerah pemilihan (Dapil) bagi anggota DPR, DPD dan DPRD yang memecah Suku Gayo ke dalam 2 Dapil, dinilai menjadi menjadi pemicu kurangnya keterwakilan masyarakat Gayo yang duduk dikursi DPR RI maupun DPR Aceh. Hal inilah yang mendorong 9 orang perwakilan masyarakat Suku Gayo mengajukan pengujian atas Pasal 22 ayat (5) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi, Senin (28/1).
Panel Hakim Konstitusi dalam perkara yang teregistrasi dengan No. 6/PUU-XI/2013 ini terdiri dari Hamdan Zoelva, Akil Mochtar dan Muhammad Alim menggelar persidangan mendengarkan pemaparan permohonan dari Pemohon pada persidangan awal.
Mursid, salah seorang dari Pemohon Principal yang juga merupakan anggota DPD dari Aceh hadir langsung di gedung MK didampingi kuasa hukumnya, Yance Arizona. Yance mengklaim hilangnya keterwakilan masyarakat minoritas Gayo secara nyata disebabkan karena adanya pembagian Dapil Nanggroe Aceh Darussalam I dan Nangroe Aceh Darussalam II yang telah memecah empat kabupaten yang dihuni masyarakat Suku Gayo. “Pemecahan menjadi 2 Dapil telah mempersulit keterwakilan Suku Gayo, dengan tidak adanya wakil, maka tidak ada perhatian dari DPR RI,” tegas Yance.
Keempat kabupaten tersebut adalah Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Gayo Luwes dan Bener Meriah. Idealnya menurut Pemohon, keempat kabupaten yang berpenduduk suku Gayo, tidak dipecah dalam 2 Dapil yang berbeda, melainkan tetap disatukan pada 1 Dapil, agar seluruh suara Suku Gayo dapat lebih terfokus pada para wakilnya, yang otomatis akan menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat Gayo secara komprehensif dan konsisten.
Mursid kemudian mencontohkan, dengan terpecahnya suara Suku Gayo di 2 Dapil yang berbeda, telah menyebabkan tidak ada satupun wakil dari Suku Gayo yang duduk di DPR pada Dapil 2. Sementara dari Dapil 1, Suku Gayo hanya memperoleh 1 kursi dari total 7 kursi yang harus diperebutkan. Nasib yang sama juga terjadi di tingkat DPRD. Ia menambahkan, dari 10 kursi yang tersedia di DPR Aceh, suku Gayo hanya mampu mengirimkan 1 orang untuk mewakili masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi saat penentuan kursi DPD yang dimiliki Mursid. Ia sampai harus bersengketa ke MK di tahun 2009, untuk mempertahankan haknya guna mewakili daerahnya. Karena itu, Mursid mencurigai, terjadinya pemecahan 2 Dapil yang membelah suara Suku Gayo lebih bernuansa geo-politis, yang bertujuan dengan sengaja menghilangkan keterwakilan suku Gayo di parlemen, baik pusat maupun daerah.
Tiga Dapil Solusi Terbaik
Ditemui usai persidangan, Mursid yang mewakili 8 orang Pemohon lainnya menawarkan solusi pemecahan terbaik bagi pemenuhan rasa keterwakilan masyarakarat Gayo. Menurutnya, pembagian 3 Dapil di Provinsi Aceh Darussalam (NAD), yang terdiri dari Dapil NAD I, Dapil NAD II, dan Dapil NAD III, dapat menjadi alternatif yang patut dipertimbangkan. Dalam hal ini, 4 kabupaten yang dihuni Suku Gayo, yakni Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara, akan terfokus berada dalam 1 Dapil, yakni Dapil NAD II. Ia menyakini, dengan komposisi Dapil demikian, akan mempermudah Masyarakat Gayo memiliki wakil di DPRD dan DPR RI sehingga dapat menyuarakan kepentingannya.
Sementara itu, dalam nasihatnya, Majelis Hakim meminta Mursid dan kuasanya Yance untuk kembali mempertegas permohonan dengan menjawab pertanyaan, apakah dengan tidak terfokusnya masyarakat Gayo dalam 1 Dapil, maka akan menghilangkan hak keterwakilan di parlemen serta mereduksi pengakuan terhadap budaya lokal suku minoritas Gayo.(jlt/mk/bhc/opn) |