JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tim eksaminator Koalisi Pemantau Peradilan menilai hasil putusan pengadilan kasus dugaan korupsi pengangkutan kereta api bekas Jepang dengan terpidana mantan Dirjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Soemino Eko Saputro, tidak optimal. Bahkan, ditemukan penuh kejanggalan.
Majelis eksaminator kasus menilai, dakwaan JPU KPK bahwa Pasal yang didakwakan kepada Soemino nyaris sama. "Uraian peristiwa antara dakwaan itu, yakni pasal 2 dan pasal 3 UU Pembernatasan Korupsi,” kata anggota majelis eksaminasi Alvon Kurnia Palma dalam jumpa pers di Kantor ICW, Jakarta, Senin (13/02).
Dalam kedua rumusan delik yang didakwakan tersebut, imbuh Alvon, terdapat perbedaan yang sangat fundamental. Terlebih lagi dengan adanya unsur melawan hukum dalam pasal 2 ayat (1) dan adanya unsur menyalahgunakan kewenangan. Padahal, terdakwa bukanlah bagian dari organisasi pengadaan barang dan jasa. Sehingga dengan menekankan pada unsur penyalahgunaan kekuasaan dan melakukan paksaan untuk menunjuk langsung Soemitro Corp.
Sebaliknya, menurut dia, JPU seharusnya menggunakan pasal 12 huruf e UU Tipikor. Ancaman hukuman minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Sangat disesalkan pula bahwa penuntut umum tidak menghadirkan Menhub Hatta Rajasa di persidangan. Padahal, sejak di dakwaan JPU sudah menyebut berulang kali peran menteri, yang waktu itu dijabat Hatta Rajasa.
“Jaksa juga samaselai tidak mendalami fakta persidangan tentang dugaan keterkaitan Menteri Perhubungan. Bahkan, dalam putusan sama sekali tidak ditemukan adanya kesaksian Menteri Perhubungan tersebut ,” ujar Direktur YLBHI tersebut
Inisiatif Pengadaan
Pada 2005, menurut Alvon, keputusan untuk menambah kereta api listrik (KRL) bekas dari Jepang diambil dalam rapat pimpinan pada September. Inisiatif pengadaan ini, dalam dakwaan jaksa, berasal dari Hatta. "Menhub pun hadir bersama seluruh Dirjen," ujarnya.
Pada November 2005, Hatta juga memerintahkan Soemino pergi ke Jepang untuk meninjau kondisi barang di sana. Berangkatnya dibiayai perusahaan pemenang tender Soemitomo Corp. Perjalanan terjadi saat proses pengadaan masih tahap persiapan. Saat memutuskan pemilihan rekanan, Soemitomo dipilih melalui penunjukan langsung.
Hatta disebutkan memberi persetujuan penunjukan langsung pada Soemitomo Corp melalui surat No. KA.001/A.238/DJKA/11/06 tentang pengangkutan kereta dari Jepang. Surat tersebut dibuat oleh Soemino. "Amandemen terhadap kontrak dilakukan atas petunjuk Menhub," ujar Alvon menanggapi keterangan beberapa saksi di persidangan,” ungkap Alvon.
Proses itu telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, maupun korporasi. Di antaranya Maya Panduwinata (Managing Director PT KOG Indonesia) sebesar Rp 2.018.462.796, Awing Asnawi sebesar Rp 1.554.000.000, Veronika Harijanti sebesar Rp 108.845.000, Sumitomo Corporation sebesar JPYen 17.963.736,38 (Rp 1.895.533.462,82, dan KOG Jepang JPYen 127.822.601 (Rp 15.008.669.061,20). "Merugikan keuangan negara sejumlah JPY 195.086.337,38 atau Rp 20.585.510.320," ujar Alvon.
Atas perkara tersebut, pengadilan Tipikor Jakarta pada 28 November 2011 telah memvonis Soemino Eko Saputro bersalah telah melakukan korupsi secara bersama-sama. Mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan tersebut dijatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 100.000.000 subsider kurungan tiga bulan.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan, ada beberapa dugaan keterlibatan Hatta Radasa dalam korupsi di Kementerian Perhubungan. "KPK harus dalami ini. Jangan didiamkan. Ini kasus serius," kata dia.
Atas sejumlah temuan ini, pegiat antikorupsi meminta KPK mendalami hasil eksaminasi ini. Menurut Febri, keterlibatan Hatta tidak digali lebih dalam baik dalam pemeriksaan di KPK maupun dalam persidangan. “Kami akan segera serahkan hasil eksaminasi ini kepada KPK, agar segera ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Sebelumnya, pada 28 November 2011, Pengadilan Tipikor memutus terdakwa Soemino Eko Saputro dengan hukuman tiga tahun penjara. Ia divonis bersalah dalam kasus korupsi pengangkutan kereta hibah eks Jepang yang merugikan negara sebanyak Rp 20 miliar.(dbs/bie)
|