Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
WALHI
WALHI: Pasal 66 UU 32/2009, Tafsirnya Diskriminatif, Penting Diuji Kembali
Wednesday 30 Apr 2014 13:50:24
 

Ilustrasi. #KKPK kekerasaan SDA, di buka oleh direktur #WALHI eksekutif nasional Abetnego Tarigan.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Gelaran diskusi publik yang sukses diselenggarakan oleh Walhi bersama koalisi Kiara, Greenpeace, Kontras dan Elsam, bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara yang berlangsung pada Selasa (29/4) lalu. Mengangkat topik “membedah Pasal 66 UU No. 32 tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” ditengah meningkatnya tindakan-tindakan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup di Indonesia.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan dalam sambutannya, menyampaikan kondisi faktual yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Dari catatan Walhi, terjadi peningkatan jumlah tindakan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup, baik yang dilakukan terhadap masyarakat, komunitas dan bahkan sampai ke pengurus organisasi di daerah.

Data yang dihimpun dari 28 wilayah kantor Walhi daerah, pada tahun 2012 terjadi 147 kasus tindakan kekerasan dan kriminalisasi terkait persoalan lingkungan hidup, sumber daya alam dan agrarian. Pada tahun 2013, angka ini naik cukup signifikan menjadi 227 kasus konflik lingkungan hidup, sumber daya alam dan agraria yang berujung pada tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup dan pejuang HAM di Indonesia.

Korporasi tambang, perkebunan skala besar dan kehutanan di daulat sebagai predator pemuncak timbulnya persoalan yang disebabkan oleh tiga factor yaitu penegakan hukum yang masih jauh dari harapan dan keinginan rakyat, kebijakan negara yang lebih membela kepentingan korporasi dan yang terakhir adalah tingginya biaya politik untuk dapat memenangkan tahta pemerintahan provinsi dan kab/kota sehingga menggandaikan sumber daya alam untuk mendapatkan modal poltik adalah menjadi jalan yang terbaik.

Deni Bram, akademisi dari fakultas hukum Univ. Tarumanagara sebagai nara sumber pertama menekankan pentingnya untuk mendudukkan persoalan lingkungan hidup secara professional dalam dunia peradilan, dia memberikan contoh kasus yang saat ini ditangani oleh Walhi di Kota Batu Provinsi Jawa Timur dan dalam proses peradilannya terjadi pergantian majelis hakim karena hakim tersebut belum memiliki sertifikasi lingkungan hidup.

Semangat UU 32 tahun 2009 tentang PPLH sangat berbeda dengan aturan sebelumnya yaitu UU 23 tahun 1997 dengan harapan bahwa, ketika undang-undang yang baru tersebut diberlakukan akan mebawa perubahan yang signifikan untuk lebih mengedepankan isu lingkungan hidup dalam setiap rencana pembangunan, maupun dalam penyusunan tata ruang.

Sejak di-undangkan pada tanggal 3 Oktober 2009, semestinya undang-undang ini sudah menjadi alat untuk mencegah berbagai macam bencana ekologi dan konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam serta agrarian.

Munculnya pasal 66 “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata” seolah menjadi angin segar bagi seluruh aktor-aktor pejuang, pegiat, penyelamat dan pemerhati lingkungan hidup di Indonesia.

Akan tetapi fakta yang terjadi justru perusakan lingkungan hidup semakin massif dan juga menimbulkan banyak korban kekerasan dan tindakan kriminalisasi terhadap aktor pemerhati lingkungan, warga masyarakat sebagai pemilik wilayah keloal maupun aktifis lingkungan yang menjalankan misi organisasinya.

Rhino Subagyo sebagai nara sumber kedua memaparkan isu-isu strategis terkait perubahan undang-undang 23 tahun 1997 menjadi undang-undang 32 tahun 2009 tentang PPLH. Dari delapan isu strategis sebagai semangat pembaharuan tersebut salah satunya adalah hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah Hak Asasi Manusia sehingga wajib untuk diperjuangkan.

Brigjen Yazid Fanani, Direktur Tipidter Mabes Polri yang memaparkan materi terkait tantanga aparat penegak hukum dalam penegakan hukum lingkungan, menyampaikan banyaknya kendala yang dihadapi dalam proses implementasinya di lapangan. Intinya, pihak kepolisian memberikan apresiasi positif atas upaya yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana amanat Pasal 66 tersebut.

Jika melihat penjelasan pasal 66 dalam dokumen UU 32 tahun 2009, maka yang dikategorikan sebagai orang yang “memperjuangkan” haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah orang perorang atau badan usaha yang statusnya sebagai saksi dan/ atau pelapor, artinya pihak-pihak tersebut akan bebas dari tuntutan balik dari pihak terlapor atau gugatan balik dari pihak tergugat.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bagaimana dengan masyarakat atau kelompok masyarakat yang mempertahankan lingkungan hidup disekitarnya dari ancaman kerusakan..?? juga kepada pemerhati atau aktifis lingkungan hidup yang menjalankan tugas-tugas advokasinya secara langsung dilapangan..??.

Padahal tujuan yang ingin dicapai adalah sama tetapi perlindungan hukumnya berbeda, meski dari beberapa kasus yang didampingi oleh walhi meski sudah berstatus sebagai pelapor atau penggugat juga tak lepas dari tindakan kriminalisasi dan gugatan balik. Seolah tak ada manfaatnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dikategorikan sebagai hak asasi manusia (hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara).

Mengajak beberapa organisasi masyarakat sipil yang sepaham dan sepakat untuk melakukan pembaruan tafsir pasal tersebut adalah strategi awal untuk membangun diskusi terfokus dan kemudian dilanjutkan dengan menjalin pihak-pihak yang berkompoten, seperti dunia kampus untuk kemudian bisa mendapatkan dukungan yang lebih besar.

Harapan kedepan bahwa usulan-usulan perubahan ini terus digulirkan dan dikampanyekan agar kemudian bisa segera diketahui oleh semua pihak, mengajak pihak yang lebih banyak untuk berdiskusi, bekerja sama dan tentu mebedah pasal tersebut secara mendalam hingga menghasilkan upaya-upaya konkrit untuk pembaruan tafsir pasal tersebut. Upaya yang akan dilakukan bisa dengan mengusulkan ke DPR RI untuk memperbarui tafsir pasal tersebut atau dengan menempuh judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Walhi juga mendorong untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup, baik itu pidana atau perdata sebaiknya proses peradilannya juga secara khusus dan diadili oleh hakim-hakim yang sudah melalui pendidikan-pendidikan khusus dan memiliki sertifikasi lingkungan lingkungan hidup.

Peradilan khusus lingkungan hidup sudah menjadi kebutuhan yang penting saat ini dengan membandingkan laju peningkatan konflik lingkungan hidup di Indonesia. Pemerintahan yang baru nantinya diharapkan mampu meng-arus utama-kan isu-isu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara konsisten, professional, partisipatif dan transparan. Demikian siaran pers Edo Rakhman, Pengkampanye Walhi yang diterima di Jakarta, Rabu (30/4).(rls/walhi/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Walhi
 
  Release WALHI Sulawesi Tengah atas Upaya Kasasi di Mahkamah Agung
  Tanpa Mengoreksi Kebijakan Pembangunan, Pemerataan hanya Jargon
  Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2015: Menagih Janji, Menuntut Perubahan
  Aktivis Bentangkan Spanduk Raksasa di Kantor Pusat BHP Billiton Meminta Batalkan Tambang Batubara
  'Kebijakan Penanganan Krisis Iklim dan Pengelolaan Hutan Beresiko Memperpanjang Perampasan Tanah'
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2