Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
WALHI
WALHI: Pemerintah Jangan Asal Memberikan Izin Terhadap Pengusaha
Monday 01 Apr 2013 19:22:21
 

Kusnadi selaku Direktur Eksekutif WALHI Sumut saat memberikan keterangan pada sebuah seminar lingkungan beberapa waktu lalu di Medan.(Foto: BeritaHUKUM.com/nco)
 
MEDAN, Berita HUKUM - Dalam menjalankan bisnisnya, pengusaha sudah barang tentu memegang izin. Izin-izin harus mereka pegang seperti HTI, HPH, HGU, Eksplorasi pertambangan dll. Izin-izin tersebut dikeluarkan/diterbitkan berdasarkan adanya permohonan dari pengusaha. Selaku pihak pemohon adalah pengusaha/korporasi. Pemerintah adalah selaku pemberi izin dan pencabut izin dan juga sebagai pemantau apakah seluruh rangkaian kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha tersebut sudah benar (good corporate). Perusahaan selaku pemegang izin tentunya punya kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan termasuk membayar berbagai iuran yang telah diatur. Bentuk iuran/kewajiban dapat berupa pajak maupun non pajak (Penerimaan negara bukan pajak/PNBP). Hal ini dikatakan oleh Kusnadi selaku Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara kepada wartawan di Medan, Senin (1/4).

Kusnadi juga menambahkan, “terkait dengan maraknya beberbagai konflik masyarakat/adat/petani dengan pengusaha di Sumatera Utara banyak disebabkan karena adanya klaim sepihak pemerintah atas tanah tersebut. Pemerintah dalam hal ini si pemberi izin tidak melakukan kajian yang mendalam tentang status kepemilikan tanah, budaya dan sejarah lahan/tanah tersebut,” tambahnya.

Lanjutnya lagi, “dalam pemberian izin pemerintah juga tidak berusaha mempedomani dan berupaya mewujudkan capaian reformasi agraria sebagaimana tertuang dalam Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 sebagaimana dipertegas lebih lanjut dalam ketetapan MPR No.IX/MPR/2001 pasal 2. Pembaruan Agraria mencakup suatu posisi yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya Agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Dikatanya lagi, “upaya-upaya try end error dengan dalih penegakkan hukum, kriminalisasi, sekenario sandiwara tidak akan mempersurut perlawanan kelompok-kelompok masyarakat/petani/adat tersebut. Sebab rasa keadilan mereka telah tersentuh dan merasa diberlakukan tidak adil. Jika konflik-konflik lahan ini terus bermunculan di berbagai kabupaten di Sumatera Utara tentunya dapat menciptakan instabilitas pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat itu sendiri. Kondisi instabilitas tersebut tentunya tidak diinginkan seluruh pihak karena value politik dan sosial recoverynya sangat tak ternilai. Oleh karena itu pemerintah diminta untuk segera menggunakan kewenangannya mengusullkan revisi berbagai izin yang telah dikeluarkan khususnya yang terkait dengan sengketa lahan dengan masyarakat. Konkritnya keluarkan seluruh wilayah yang berkonflik dan kembalikan ke masyarakat. Pastikan dan fasilitasi legalitas formal kepemilikan lahan yang dikelurkan benar adanya milik masyarak/petani/adat,” katanya lagi.

Sambungnya, “pra kondisi dalam bentuk komunikasi intensif para pemangku kepentingan pemerintah, dunia usaha, masyarakat/petani/adat dalam upaya revisi menjadi kunci utama (master key) kesuksesan. Kemudian pemerintah mengajukan kerangka acuan kepada pengusaha yang berisi berbagai stimulus dan opsi-opsi. Misalkan setelah luasan izinya direvisi dan diberikan ke masyarakat, maka pengusaha mendapatkan perpanjangan izin secara otomatis untuk satu priode kedepan. Mendapat pengurangan pembayaran iuran wajib disektor tersebut, potongan pajak, insentif khusus untuk ekspor, penambahan prosentase kepemilikan saham dan kemungkinan opsi bentuk-bentuk lainnya yang menguntungkan berbagai pihak (win-win solution),” ungkapnya.

“Jika pra kondisi antara pemberi izin dan penerima izin mencapai titik temu, tentunya tidak akan ada upaya PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) oleh pengusaha. Sekaranglah saatnya mengakhiri konflik berkepanjangan di sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan,” tegasnya mengakhiri.(bhc/nco)



 
   Berita Terkait > Walhi
 
  Release WALHI Sulawesi Tengah atas Upaya Kasasi di Mahkamah Agung
  Tanpa Mengoreksi Kebijakan Pembangunan, Pemerataan hanya Jargon
  Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2015: Menagih Janji, Menuntut Perubahan
  Aktivis Bentangkan Spanduk Raksasa di Kantor Pusat BHP Billiton Meminta Batalkan Tambang Batubara
  'Kebijakan Penanganan Krisis Iklim dan Pengelolaan Hutan Beresiko Memperpanjang Perampasan Tanah'
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2