Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
Weda Bay Nickel
WALHI Pertanyakan Pemerintah: Penyesuaian Kontrak Karya Weda Bay Nickel Langgar Undang-Undang
Wednesday 06 Feb 2013 22:38:50
 

Wade Bay.(Foto: Ist)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Penyesuaian Kontrak Karya perusahaan tambang Weda Bay Nickel langgar Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara tentang ketentuan luas. Pemerintahan SBY melalui Kementerian ESDM bersama Weda Bay Nickel dilaporkan menyetujui luas wilayah pertambangan bisa melebihi 25.000 hektare.

UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menyatakan, lewat Pasal 53, bahwa Wilayah Usaha Produksi mineral logam paling luas adalah sebanyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare. Amanat UU Minerba bahwa luas wilayah pertambangan yang telah diberikan kepada pemegang kontrak karya harus disesuaikan dengan Undang-Undang tersebut (Pasal 171 ayat 2).

Kontrak Karya perusahaan tambang Weda Bay Nickel (sebagian besar sahammnya dimiliki perusahaan Eramet- Perancis) memiliki luas 54.874 hektar. Sebelumnya bahkan 120.500 hektar. Sebagian besar wilayah pertambangan Weda Bay Nickel adalah kawasan hutan, terdiri 24.920 hutan lindung ( 46.8%).

Di dalam kontrak karya Weda Bay Nickel juga terdapat kampung-kampung penduduk diantaranya, yaksi Lelief Sawai, Lelilef Weibulan, Gemaf. Sebagian penduduk desa ini sedang memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah dan lingkungan hidup, yang terganggu akibat kegiatan penambangan nikel skala luas ini.

Pertambangan adakah sektor kegiatan ekonomi yang paling memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Lokasi yang umumnya di kawasan hutan, menimbulkan pembatan hutan skala luas (ratusan hektar untuk sebuah perusahaan). Penambangan menghasilkan banyak limbah material. Jika biasa mengendari sepeda motor di jalan perkotaan, alangkah tidak nyamannya melewati jalan yang dilalui truk membawa tanah. Jalan berdebu ketika musim kemarau, dan licin ketika musim hujan. Begitulah masyarakat sekitar tambang dan jalan pertambangan, debu hingga menutupi atap-atap rumah dan pepohonan ketika musim kemarau, dan sungai serta laut menjadi keruh kala musim hujan.

Salah satu cara mengurangi dampak lingkungan ini agar sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup memperkecil luas pertambangan. Ketentuan 25.000 hektare di dalam UU Minerba pun sebenarnya masih sangat luas. Disamping persoalan pengrusakan lingkungan yang luas, tentunya adalah soal keadilan. Bandingkan, sebaga warga negara, Petani Jambi, yang beberapa lalu berkemah di Depan Kementerian Keuangan, masing-masing mereka diperbolehkan melakukan pengolahan hutan seluas 2 hektar.

WALHI menyayangkan pemerintah mengabaiakan ketentuan UU Minerba yang mengatur batasan luas tambang. Penyesuaian kontrak karya yang melanggar ketentuan hukum menunjukkan pemerintah lebih menjamin kepastian usaha bagi investor, ketimbang kepastian perkembangan berkelanjutan sesuai dengan daya dukung alam bagi masyarakat sekitar Weda. Akan lebih baik bisa pemerintah mendorong agar desa-desa di wilayah Kontrak karya Weda Bay Nickel dikeluarkan dari wilayah pertambangan, dan sesuai dengan UU No 41 tahun 1999, WBN seharusnya tidak diperbolehkan menambang secara terbuka karena akan merusak wilayah hutan lindung yang masih lestari tersebut.

Pemerintah seharusnya menjalankan keputusan Mahkamah Konsitusi Nomor 32/PUU-VIII/2010 yang menyatakan dalam penetapan wilayah pertambangan pemerintah ““wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi kepentingan masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak.”

MK juga menyatakan bahwa dalam penetapan wilayah pertambangan masyarakat harus diikutsertaan secara aktif, berupa keterlibatan langsung dalam pemberian pendapat dalam proses penetapan Wilayah Pertambangan yang difasilitasi oleh negara/ Pemerintah. Hal ini merupakan bentuk konkret pelaksanaan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Keputusan MK juga menyatakan hak masyarakat untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat harus dilindungi sehingga masyarakat wajib disertakan dalam proses penetapan Wilayah Pertambangan, karena merekalah yang secara langsung akan terkena dampak dalam proses penambangan mineral dan batubara. Adapun wujud dari pelaksanaan kewajiban menyertakan pendapat masyarakat harus dibuktikan secara konkret yang difasilitasi oleh Pemerintah. Bukti konkret tersebut dapat mencegah terjadinya konflik antarpelaku usaha pertambangan dengan masyarakat dan negara/Pemerintah, yang ada dalam Wilayah Pertambangan tersebut.”

Namun pemerintah mengabaikan sama sekali keiikutsertaan masyarakat yang berpotensi terdampak negatif oleh kegiatan penambangan ini, dengan melakukan renegoisiasi kontrak karya yang langgar ketentuan perundang-undangan.(wlh/bhc/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2