JAKARTA, Berita HUKUM - Pengaduaan Ke Kementerian Lingkungan Hidup RI Atas Tindakan Pencemaran Sungai Ciujung. Eksekutif Nasional WALHI bersama perwakilan masyarakat bantaran sungai Ciujung melaporkan dugaan tindakan pencemaran di Sungai Ciujung oleh PT. IKPP ke Kementerian Lingkungan Hidup RI, Rabu, (8/10).
Dalam pelaporan tersebut disampaikan bahwa industri PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) Serang masih membuang limbah cair ke sungai Ciujung dan menjadi salah satu penyebab paling besar atas tercemarnya sungai Ciujung. Pembuangan limbah cair ini dilakukan meski debit air sungai Ciujung sangat rendah.
Akibatnya, kondisi sungai Ciujung semakin memprihatinkan karena limbah yang dialirkan ke sungai mengendap. Kondisi ini semakin buruk mengingat saat ini (Juli – Oktober 2014) merupakan musim kemarau sehingga debit sungai tidak mampu mengalirkan limbah keluar dari sungai secara maksimal. Masalah ini sudah berlangsung bertahun-tahun, namun belum terlihat perubahan signifikan untuk upaya pemulihan sungai.
Kholid, salah satu perwakilan masyarakat Serang menyampaiakan, “saat ini, air sungai sudah semakin sedikit dan sudah tidak bagus lagi. Airnya berbusa, berbau busuk, dan berwarna hitam. Masyarakat semakin kesulitan memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, karena sangat tergantung sama sungai Ciujung, masyarakat tetap menggunakannya untuk mandi dan mencuci. Banyak masyarakat yang sudah mengeluh karena merasakan gatal-gatal yang diduga karena menggunakan air sungai yang kotor. Masyarakat juga semakin sulit untuk mendapatkan ikan dan udang. Padahal, dulunya bisa mendapatkan banyak ikan dan udang. Kalau PT.IKPP terus membuang limbah ke Sungai seperti sekarang, maka pasti masyarakat akan lebih kesulitan karena sungai semakin rusak.”
PT. IKPP membuang limbah dari daerah Kragilan yang merupakan lokasi industri tersebut. Limbah ini mengalir hingga ke daerah muara di desa Tengkurak, Tirtayasa, Kab. Serang. Sehingga, setidaknya sekitar 17 desa dari 5 kecamatan yang berada di Kabupaten Serang menjadi wilayah yang terdampak langsung akibat kondisi sungai yang tercemar.
Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Eknas WALHI menerangkan, “pencemaran sungai Ciujung tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Bukan hanya persoalan bahwa limbah dibuang saat debit sungai sangat rendah, tetapi secara substansial, pembuangan limbah ke sungai merupakan aktivitas berbahaya yang semestinya sangat dihindari bahkan dilarang. Persoalan lainnya adalah jika limbah tersebut tidak diproses maksimal sebelum dialirkan ke sungai, maka akan sangat mengancam keberlanjutan ekosistem sungai dan kehidupan masyarakat. Limbah yang tidak melalui proses pengolahan optimal akan mengadung racun yang berbahaya. Jika dampak tersebut disadari dengan baik, namun pihak perusahaan melakukan tindakan tersebut secara sengaja, maka ini merupakan suatu tindakan kejahatan korporasi (corporate crime). Di titik inilah pemerintah harus mengambil tindakan tegas dan penegakan hukum untuk upaya penyelamatan dan pemulihan ekosistem sungai Ciujung.”
Laporan Hasil Audit Lingkungan Wajib Kegiatan PT. IKPP Serang berdasarkan surat Kementerian Lingkungan Hidup No. B-6585/Dep.I/LH/07/2011 tanggal 21 juli 2011, menyatakan bahwa PT.IKPP memiliki 3 (tiga) Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang terdiri dari IPAL 1, IPAL 2, dan IPAL 3. Proses dari ketiga IPAL tersebut tetap menghasilkan limbah yang harus dibuang baik dalam bentuk limbah padat, gas dan cair. Kinerja dari ketiga IPAL itu pun belum optimal. IPAL 1 dan 2, misalnya, masih mengalami effluent limbah ke Sungai Ciujung sebanyak 5.000 – 6.000 m3/hari untuk IPAl 1 dan 22.000 – 24.000 m3/hari untuk IPAL 2. Selain Itu, IPAL 2 mengeluarkan konsentrasi kandungan limbah Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebanyak 26 % melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dari baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. Sedangkan pada IPAL 3, BOD melebihi baku mutu sebanyak 145% dan 143% untuk COD.
Berdasarkan laporan audit tersebut, ditemukan bahwa PT.IKPP telah melakukan pelanggaran setidaknya 15 pasal terkait peraturan dan perundang-undangan, yakni:
1. Pasal 2 UU RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang menyangkut 3 (tiga) dari 14 asas PPLH, yaitu pada butir b (kelestarian dan keberlanjutan), butir c (keserasian dan keseimbangan), dan butir j (pencemar membayar).
2. Pasal 13 ayat 2 UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu pelanggaran terkait pengendalian pencemaran.
3. Pasal 20 ayat 3 UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu terkait mengenai baku mutu yang di atas Nilai Ambang Batas.
4. Pasal 53 ayat 1 dan 2 UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu kewajiban perusahaan untuk menanggulangi pencemaran.
5. Pasal 24 UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu kegiatan usaha yang merusak sumber air dan melakukan pencemaran air.
6. Pasal 64 ayat 5 PP RI No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, yaitu belum optimalnya IPAL 2 dan 3 yang masih melebihi baku mutu.
7. KepMenLH No. 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri lampiran B.V – Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Pulp dan Kertas, yaitu melebihi baku mutu COD dan BOD pada IPAL 2 dan 3.
8. Pasal 6 ayat 2 Perda Kabupaten Serang No. 13 Tahun 2001 tentang Pengendalian Limbah, yaitu melebihi baku mutu COD dan BOD pada IPAL 2 dan 3.
9. Pasal 25 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu belum ada rencana penanggulangan pencemaran air dalam keadaan darurat .
10. Pasal 26 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu belum memasukkan kejadian kedaruratan akibat pencemaran air seperti penyediaan Emergency Pond.
11. Pasal 29 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu laporan pemulihan kualitas air belum pernah disampaikan kepada Bupati karena belum melakukan proses pemulihan kualitas air Sungai Ciujung.
12. Pasal 34 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu pada laporan izin pembuangan limbah, data debit buangan limbah dari total keseluruhan IPAL belum disampaikan.
13. Pasal 37 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu belum maksimalnya kinerja IPAL 2 dan 3 sehingga buangan limbah selalu melebihi baku mutu.
14. Pasal 38 ayat 1 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu PT IKPP masih membuang limbah ke Sungai, tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam izin.
15. Pasal 41 ayat 1 dan 2 PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu belum ada kajian terkait pembuangan limbah cair ke sumber air /sungai.
Pelaporan ini diterima oleh 2 (dua) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLH RI, Mariam dan Wawan. Mereka menegaskan bahwa pelaporan ini akan segera ditindaklanjuti dengan peninjauan langsung ke lapangan dan mempelajari seluruh dokumen yang diterima, termasuk laporan hasil Audit Lingkungan Wajib Kegiatan PT. IKPP, serta rekomendasi-rekomendasi yang sudah ada sebelumnya. Terkait dengan adanya dugaan pencemaran, maka akan diperiksa sesuai dengan aturan yang berlaku untuk bisa membuktikan hal tersebut. Akan diupayakan segera ada tim yang akan memeriksa di lapangan.
Menurut Kurniawan Sabar, “kasus ini sebenarnya sudah berlarut-larut dan KLH mestinya sudah melakukan upaya penegakan hukum yang lebih tegas. Apalagi, laporan audit ini juga telah menegaskan rekomendasi yang mesti dilakukan oleh PT. IKPP dan pemerintah daerah untuk pemulihan sungai Ciujung. Namun, sampai saat ini belum ada perkembangan terkait implementasi rekomendasi tersebut dan bahkan pencemaran sungai Ciujung masih berlanjut hingga saat ini.” PULIHKAN INDONESIA, PULIHKAN DAS CIUJUNG. Demikian rilis pers yang diterima redaksi dari Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Eknas WALHI.(wlh/bhc/sya)
|