ACEH, Berita HUKUM - WALHI telah mendaftarkan Permohonan Uji Materiil atau Judicial Review (JR) atas Qanun No.19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh. Langkah ini merupakan bagian dari advokasi WALHI dalam merespon polemik tata ruang yang tertuang dalam produk hukum daerah tersebut, demikian rilis pers yang diterima redaksi di Jakarta pada, Kamis (9/10) dari Muhammad Nur, Direktur Walhi Aceh.
Uji materi Qanun RTRW Aceh ditempuh setelah sebelumnya berbagai upaya penolakan tata ruang dilakukan Walhi dan masyarakat sipil lakukan. upaya tersebut ternyata belum juga membuat pemerintah Aceh mengakomodir masukan dan partisipasi masyarakat Aceh. Seperti yang diketahui, masih terdapat beberapa bentuk pelanggaran baik secara prosedural maupun substansial dalam Qanun yang disahkan pada 31 Desember 2013 tersebut. Pelanggaran-pelanggaran ini berpotensi membuka akses terhadap perusakan lingkungan secara sistematis di Aceh.
Rancangan Qanun Aceh tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh telah mendapat persetujuan bersama antara Gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada saat sidang paripurna yang dilaksanakan di DPRA pada Desember 2013. Pasca pembahasan dan persetujuan bersama tersebut, muncul berbagai polemik diantaranya menyangkut tidak adanya nomenklatur maupun pengaturan terkait Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Selain itu juga tidak adanya pengaturan tentang Kawasan Strategis Nasional (KSN) sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan wilayah Nasional (RTRWN).
“Qanun Tata Ruang Aceh mengabaikan pengaturan wilayah kelola mukim sebagai wilayah hak asal usul masyarakat adat di Aceh padahal wilayah kelola masyarakat diakui dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Selain itu terjadi pula pengurangan luas hutan Aceh, tim terpadu menyetujui Aceh mengubah fungsi hutan seluas 145.982 hektar, termasuk hutan lindung dan konservasi menjadi areal penggunaan lain (APL) seluas 79.179 hektar. Lalu, penunjukan kawasan hutan baru seluas 26.465 hektar” Kata Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur.
Walaupun dalam qanun tersebut mendapat catatan perbaikan dari Kementrian Dalam Negeri akan tetapi qanun tersebut tetap diberlakukan. “Gugatan Uji Materi ini bukanlah langkah akhir yang dilakukan oleh Walhi ditengah pemerintah Aceh yang tidak mau mendengar masukan dan mengabaikan ruang partisiasi mayarakat “ tambah M.Nur .
Ada beberapa alasan hukum dimana WALHI mengajukan uji materi RTRW Aceh ini. setidaknya ada 3 alasan hukum, yaitu :
Pertama, bahwa Qanun RTRW Aceh bertentangan dengan azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Kedua, bertentangan secara prosedural/aspek prosedur.
Ketiga, bertentangan secara substansial dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Sementara itu Muhnur Satyahaprabu Manager Kebijakan dan Pembelaan hukum Walhi mengatakan,
“bahwa gugatan diajukan berdasar pada alasan-asalan yang sangat mendasar. Penerbitan satu kebijakan hukum apalagi terkait dengan struktur dan pola ruang adalah kebijakan yang sangat penting sehingga banyak pertimbangan yang harus diperhatikan. Penyusunan dokumen lingkungan seperti KLHS dan dokumen lingkungan yang lain haruslah terpenuhi sebelumnya jika tidak maka dipastikan Qanun ini hanyalah dibuat untuk mengkapling-kapling wilayah guna kepentingan investasi ekstraktif saja”.(wlh/bhc/sya)
|