SAMARINDA, Berita HUKUM - Sekitar 70 persen kerusakan lingkungan di kota Samarinda sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), sehingga banjir yang terus terendam berbagai kawasan disebabkan oleh kegiatan pertambangan, disamping kegiatan lainnya seperti; pembukaan kawasan perumahan hanya menyumbang sekitar 10 persen, sehingga Pemerintahan Walikota Samarinda H. Sahari Jaang harus bertanggung jawab, hal tersebut di paparkan Ichal Ketua Walhi Kaltim kepada BeritaHUKUM.com Sabtu (13/4).
Menurut Ichal, "Dilihat dari tata kota Samarinda sektor pertanian dan kawasan perumahan dan resapan ekologi, dibanding infrastruktur dinilai kurang memadai, seperti drainase serapan dan drainase alamia yang kebanyakan sudah rusak, ini kesalahan pemkot karena pemeliharaan kawasan kumuh dan kawasan ekologi. Sehingga dampaknya terhadap kerusakan lingkungan yang parah," ujar Ichal.
"Jadi kerusakan lingkungan akibat aktifitas tambang sekitar 70% belum termasuk dengan pembukaan kawasan perumahan berkisar 10%," tambah Ichal.
Berkaitan dengan hal itu, karena semua kepentingan masyarakat bertumpu pada Pemkot, sehingga Pemkot Samarinda lebih bertanggung jawab untuk menyelamatkan lingkungan. "Berhubung Pemkot yang mengeluarkan izin, jadi adanya rencana ada elemen masyarakat melakukan gugatan, merupakan kekecewaan warga yang sebenarnya yang melihat pemerintah tidak sebenarnya mengurus lingkngan," tegas Ichal.
"Pemkot dalam hal ini Walikota Samarinda Sahari Jaang harus dapat merektruktrusasi terhadap semua izin tambang di Samarinda karena pemerintah jugalah yang telah mengeluarkan izin", tegas Ichal.
Polemik aktivitas tambang yang mengepung kota tepian Samarinfda membuat aktifis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim melakukan gugatan kepada Walikota Samarinda, menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Samarinda, Endang ketika dikonfirmasi pewarta Sabtu (13/4) mengatakan, "penyebab banjir bukan hanya dari tambang, namun curah hujan yang tinggi dan aktifitas pemukaan lahan untuk perumahan juga merupakan suatu indikasi terjadinya banjir," jelas Endang.
Namun Endang membantah peran tambang sebagai penyebab kerusakan lingkungan akibat banjir, "perlu dilihat kapan izin itu keluar, tahun berapa, juga harus tau apa karena kesalahan pemerintah atau pengelolaan tambangnya", ujar Endang.
Endang juga mengatakan banyak sekali orang berkomentar tentang kerusakan lingkungan dan banjir, namun tidak tau tentang masalah lingkungan.
Dikatakan Endang, BLH Samarinda, di Samarinda merupakan satu-satunya BLH di Indonesia telah mencabut izin lingkungan dari 4 perusahan tambang, PT. Bukit Bumi Batua di daerah Bukit Pinang Samarinda Ulu, PT. Prima Coal Mining di Bengkuring Kecamatan Samarinda Utara, PT. Citra Energi di Loa Bakung Kecamatan Saungai Kunjang dan PT. Bara Energi Kaltim di Mangkupalas Kecamatan Samarinda Seberang.
"Keempat perusahan tambang tersebut dinilai tidak memperhatikan lingkungannya sehingga izin lingkungannya di cabut yang otomatis izin kegiatan aktifitas tambangnyajuga tidak operasi lagi", tegas Dadang.(bhc/gaj).
|