Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Lingkungan    
Change.org
Warga Pulau Bangka ke Jakarta, Desak SBY Cabut Izin Tambang
Monday 11 Nov 2013 10:01:34
 

Konferensi pers (10/11) yang digelar change.org di Cikini.(Foto: Ist)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Dukungan petisi www.change.org/savebangkaisland yang dibuat Slank raih dukungan 18 ribu orang lebih. Mereka menyatakan izin tambang Pulau Bangka ilegal dan mendesak izin PT. MMP segera dicabut. Dengan penuh harapan di dadanya, tiga warga lokal Pulau Bangka datang jauh-jauh ke ibukota. Mereka adalah Pinehas, Dance, dan Merti, yang membawa suara penolakan rencana pertambangan di Pulau Bangka, Sulawesi Utara.

“Sudah ada fakta kalau Bupati Minahasa Utara dan Gubernur Sulawesi Utara tak taat hukum karena melakukan perubahan atas izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Bangka ketika statusnya sedang dalam perkara. Sekarang setelah perkara telah berkekuatan hukum tetap (putusan MA No.291k/tun/2013), apakah bupati dan gubernur akan tunduk untuk membatalkan IUP itu?” kata Didi, dalam konferensi pers (10/11) yang digelar di Cikini.

Konferensi pers tersebut digelar untuk menyebarluaskan pesan penyelamatan Pulau Bangka. Mereka sekaligus ingin menggalang dukungan publik yang lebih luas untuk menyampaikan desakan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencabut izin pertambangan di Pulau Bangka.

Direktur Komunikasi Change.org Indonesia, Arief Aziz menyampaikan, “Kini petisi Save Bangka telah tembus 18 ribu lebih dukungan dari berbagai daerah di Indonesia. Suara rakyat Indonesia itu seharusnya menjadi pertimbangan Presiden SBY untuk menginstruksikan Gubernur Sulut dan Bupati Minahasa Utara untuk cabut izin pertambangan. Apalagi sudah ada keputusan hukum yang kuat.”

Aksi warga Pulau Bangka itu didukung pula oleh musisi Kaka “SLANK” yang membuat petisi www.change.org/savebangkaisland dan organisasi lingkungan seperti WALHI, Greenpeace, dan WWF. ICW juga mendukung aksi warga lokal ini dengan menyelidiki indikasi korupsi dalam pengeluaran izin tambang. Selain aktif mengampanyekan penyelamatan Pulau Bangka, lembaga-lembaga itu juga menganalisis aspek hukumnya.

Menurut Edo Rachman, Ketua Dewan Daerah Walhi Sulut, yang ikut serta dengan para warga Bangka ke Jakarta, “Indonesia identik dengan pulau-pulau kecil. Jika pemerintah memberi peluang kepada kelompok privatisasi tambang, maka karakteristik Indonesia akan hilang.”

Edo menjelaskan lagi bahwa kasus Pulau Bangka selalu dibungkus dengan program MP3EI, sehingga rakyat juga berbenturan dengan aparat pemerintah. Rencana tambang bijih besi oleh PT MMP dengan jumlah investasi Rp 17 triliun harus didukung dengan pembangunan pabrik baja di Pulau Bangka dengan investasi Rp 2,1 triliun. Rencana itu merupakan bagian dari program MP3EI, sehingga pemerintah juga memaksakan proyek tersebut untuk masuk dalam RTRW Sulut meski mengabaikan hak-hak warga Pulau Bangka.

Sebelumnya, warga bangka sempat menghadapi situasi mencekam, terutama di desa Kahuku. Warga berduyun-duyun menghadang alat berat yang baru tiba di pulau. Pengamanan alat berat yang dijaga Brimob dan Polsek Likupang dipimpin langsung oleh Kapolsek Likupang.

Kaka menceritakan, meski hampir seratus persen penduduk melawan rencana penambangan, Bupati Sompie Singal tetap paksakan izin penambangan. “Terakhir ke sana, keadaan mencekam! Kegiatan awal menambang dikawal TNI. Masyarakat, seperti di desa Lehunu dan Kahuku memprotes, karena itu mengancam kesejahteraan warga desa,” tandas Kaka.

Empat tahun lalu Indonesia, yang diwakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendukung Prakarsa Segitiga Terumbu pada World Ocean Conference di Manado. Prakarsa itu mengikat 6 pemerintahan untuk mengambil tindakan cepat dalam mengatasi ancaman terhadap kehidupan laut, pantai, dan ekosistem pulau-pulau kecil dalam area segitiga terumbu. Ironisnya, kini pulau yang tak jauh dari lokasi konferensi itu kini terancam tambang.

“Kami menyerukan agar Pemerintah Daerah Minahasa Utara dan Sulawesi Utara untuk menghormati hukum dan hak-hak hidup dan lingkungan masyarakat lokal. Ada banyak alternatif bagi pembangunan yang tidak merusak dan mengompromikan hak generasi yang akan datang,” kata Longgena Ginting, Kepala Greenpeace Indonesia.(rls/cge/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Change.org
 
  Gabungan LSM Aceh: Mediasi Multipihak untuk Menjembatani Konflik Rencana Tata Ruang 'Ilegal' oleh Parlemen Aceh
  Pulau Bangka Siaga Satu, Ratusan Kicauan di Dunia Maya
  Siapa yang Paling Banyak Dipetisi di 2013?
  Prabowo Subianto ke Malaysia Lagi
  Warga Pulau Bangka ke Jakarta, Desak SBY Cabut Izin Tambang
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2