JAKARTA, Berita HUKUM - Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 yang lalu terindikasi banyak kecurangan dan ini tentu saja menodai asas demokrasi dan pemilu yang jujur dan adil, tetapi juga sangat menyakiti hati rakyat yang telah lama merindukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Sekjen Forum Akademisi IT (FAIT), Janner Simarmata mengatakan bahwa pemilihan umum bukan sekadar perhelatan untuk menyukseskan pesta demokrasi, tetapi yang lebih penting, pilpres menentukan masa depan bangsa lima tahun ke depan.
Janner Simarmata juga mengusulkan agar sistem IT yang akan digunakan dalam proses rekapitulasi hasil pemungutan suara saat pilpres nanti agar divalidasi terlebih dahulu, tapi menurutnya, aspek kesahihan (validitas) perangkat lunak sistem informasi yang digunakan dalam pemilu sering diabaikan, akibatnya luaran (output) penghitungan perolehan suara akhir dengan menggunakan sistem informasi sangat berbeda apabila dibandingkan terhadap hasil penghitungan perolehan suara secara manual.
"Perbedaan penghitungan perolehan suara yang diakibatkan oleh penerapan perangkat lunak yang tidak divalidasi, jelas-jelas melanggar norma kejujuran dan keadilan yang dianut oleh sistem demokrasi Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sekalipun sengketa Pemilu dapat diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, namun celah pelanggaran norma kejujuran dan keadilan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus dilanggar oleh penyelenggara Pemilu," ujar Janner, Selasa (3/6).
Ketua Umum FAIT, Hotland Sitorus juga menambahkan bahwa didalam UU No.
42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden juga tidak mengatur kewajiban untuk memvalidasi sistem informasi yang digunakan pada proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pilpres, padahal Pasal 248 UU No. 42 tahun 2008 mengatur pidana terhadap setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Dengan demikian, kedua peraturan perundang-undangan tersebut mengandung ketidakpastian hukum dan secara faktual telah melanggar norma kejujuran dan keadilan yang dipertontonkan pada saat rekapitulasi penghitungan perolehan suara di saat Pileg 9 April 2014 yang lalu, dan pelanggaran norma ini juga sangat potensial terjadinya pada saat rekapitulasi penghitungan perolehan suara di saat Pilpres 9 Juli 2014 yang akan datang,” ungkap Hotland Sitorus.
Karena menurut Hotland Sitorus, Jika Pemilu hanya melahirkan kecurangan untuk melanggengkan kekuasaan maka keutuhan bangsa dan negaralah yang akan dipertaruhkan dan untuk itu FAIT siap memberikan sumbangsih agar pelaksanaan pilpres nanti berjalan dengan jujur, adil dan transparan.(fait/bhc/sya)
|