JAKARTA, Berita HUKUM - Musisi Erdian Aji Prihartanto, atau yang akrab disapa Anji, ditangkap polisi pada Jumat (11/6/2021) atas dugaan penyalahgunaan narkoba jenis ganja. Ia ditangkap seorang diri di sebuah rumah di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Dari tangan Anji polisi mendapati barang bukti narkoba jenis ganja. Namun, ketika polisi menggeledah salah satu studionya, polisi menemukan barang bukti lain yang banyak dan beragam.
"Nanti lengkapnya akan saya sampaikan saat rilis, termasuk barang bukti yang cukup beragam dan cukup banyak," ujar Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo, Minggu (13/6).
Mengutip Tribunnews.com, pria kelahiran Jakarta, 5 Oktober 1979 ini telah memiliki cita-cita untuk menjadi musisi sejak kecil.
Bakatnya di dunia musik terlihat saat ia duduk di kelas 4 SD. Kala itu ia menyanyikan lagu Bintang Kejora di sebuah pentas seni dan mendapat sambutan positif dari guru dan teman-temannya.
Memasuki bangku SMP, Anji sempat membentuk sebuah grup band. Namun, grup tersebut harus bubar karena salah seorang anggotanya terkena kasus narkoba. Mimpi Anji untuk bermusik sempat ia kubur. Tapi akhirnya kecintaan kepada musik membuat Anji kembali membentuk sebuah grup band saat ia berkuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Grup band bentukan Anji bernama Yuck Fou mendapat sambutan luas dari berbagai pihak. Band tersebut sering diundang untuk menjadi pengisi acara dalam beberapa kesempatan. Anji, yang kala itu menjadi bassist, mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan beberapa band lain seperti Clinic Funk, Vintage, dan Rockmotiv.
Akhirnya, ia pun memutuskan untuk bergabung dengan Clinic Funk. Di saat yang bersamaan, anak kedua dari tiga bersaudara itu mengelola studio band milik keluarganya yang diberi nama Clinic Studio. Dalam sebuah kompetisi, Clink Funk menorehkan prestasi dan mendapat kesempatan untuk merekam tiga lagu dalam album berjudul Imperium (2002). Melihat bakat anaknya yang mulai berkembang di dunia musik, ibunda Anji rela mengeluarkan biaya hingga ratusan juta rupiah untuk mendukung bakat anaknya.
Pada 2004, Anji mengikuti ajang pencarian bakat bergengsi bagi penyanyi, yakni Indonesian Idol, namun gagal pada babak 76 besar. Meski begitu, pria ini tetap melanjutkan bakat bermusiknya bersama band lain bentukannya bernama Menthol. Tidak lama kemudian, Anji bertemu dengan Robert yang merupakan manager dari band Flow. Ini merupakan cikal bakal band Drive yang membesarkan namanya.
Oleh Robert, Anji ditawari untuk menggantikan Avant sebagai vokalis band Flow dan Anji pun menerima tawaran tersebut. Flow kemudian secara resmi berganti nama menjadi Drive pada 2005. Sejak saat itu, Drive mulai tampil dari panggung ke panggung dan aktif menawarkan demonya ke berbagai label musil.
Di tahun 2007, Drive secara resmi diproduseri oleh salah satu musisi kenamaan Indonesia, Piyu Padi. Kemudian setelah itu, Drive merilis album pertamanya yang berjudul Esok Lebih Baik dan salah satu singlenya yang menjadi hits pada waktu itu adalah Bersama Bintang. Konflik internal yang menerpa Drive membuat Anji memutuskan untuk mundur dari band tersebut pada tahun 2011.
Semenjak itu, ia fokus untuk bersolo karier. Di tahun yang sama, Anji mengeluarkan album solo pertamanya yang berjudul Luar Biasa. Anji Manji menjadi nama panggungnya sejak April 2015.
Tahun lalu, Anji sempat membuat heboh melalui channel YouTube-nya dengan menayangkan video wawancara bersama Hadi Pranoto yang mengaku pakar mikrobiologi. Dalam video tersebut, Hadi mengaku telah menemukan obat Covid-19 dan telah menyembuhkan ribuan pasien positif virus corona. Setelah menuai protes dari masyarakat luas, video yang berjudul "Bisa Kembali Normal? Obat Covid 19 Sudah Ditemukan!! (Part 1)" itu kemudian dihapus oleh pihak YouTube.
Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid yang merasa resah dengan konten YouTube tersebut kemudian melaporkan Anji ke Polda Metro Jaya, seperti dilansir Wartakotalive.com. Selain itu, Anji juga menuai banyak kritikan karena menganggap virus corona tidak menakutkan. "Saya tidak percaya bahwa Covid-19 semengerikan itu. Yang mengerikan adalah hancurnya hajat hidup masyarakat kecil," kata Anji tahun lalu.
Pendapat kedua, berkait pewarta foto yang bisa mengabadikan momen jenazah pasien Covid-19. Padahal, menurut Anji, pihak keluarga saja tidak diperbolehkan menemui pasien. Pendapat Anji ini mendapatkan kecaman dari Pewarta Foto Indonesia (PFI), yang menilai pernyataannya itu menimbulkan keresahan.
Selain itu, PFI juga menyampaikan foto yang diambil Joshua sebagai pewarta foto merupakan kerja jurnalistik dalam peliputan Covid-19 yang sesuai prosedur yang berlaku. PFI menegaskan, kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik.(kompas/bh/sya) |