JAKARTA, Berita HUKUM - Setelah melalui 30 hari kerja dalam memeriksa perkara perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (PHPU Legislatif) 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya merampungkan salah satu kewenangannya tersebut pada Senin (30/6) kemarin. Sebanyak 903 perkara diregistrasi Kepaniteraan MK yang diajukan oleh 12 partai politik nasional, 2 partai politik lokal Aceh, dan 34 orang calon anggota DPD dari 32 provinsi seluruh Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva dalam jumpa pers yang berlangsung di Ruang Media Centre MK. Hamdan yang didampingi oleh Panitera MK Kasianur Sidauruk bersyukur bahwa MK telah menyelesaikan kewenangannya tepat waktu sesuai undang-undang. ”Bersyukur telah menyelesaikan tugas yang sangat berat dengan mengadili 903 perkara hasil PHPU yang diajukan oleh parpol maupun perseorangan. MK telah memanfaatkan saran dan prasarana untuk memutus perkara tersebut dengan secermatnya,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Hamdan menjelaskan pada persidangan PHPU Legislatif 2014 MK menerapkan mekanisme baru, yakni memutus lebih awal perkara yang tidak memenuhi tenggang waktu dan tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan perundangan. ”Oleh karena melihat perkara yang begitu banyak, MK mengambil kebijakan untuk menghentikan proses pemeriksaan yang tidak memenuhi syarat baik perkara yang tidak sesuai dengan UU maupun yang tidak memenuhi tenggang waktu. Ini pertama kali dilakukan oleh MK karena pada 2009, MK belum melakukan mekanisme ini,” ungkapnya.
Hamdan menjelaskan MK telah memutus keseluruhan 903 perkara PHPU Legislatif 2014 yang diregistrasi. Dari keseluruhan permohonan, perkara yang dikabulkan sebanyak 22 perkara, yang terdiri atas perhitungan ulang (putusan sela) sebanyak 13 perkara dan penetapan hasil (putusan langsung) sebanyak 10 perkara. Selain itu, walaupun MK telah menghentikan perkara yang tidak memenuhi syarat, tetapi dalam persidangan terungkap masih ada permohonan yang tidak jelas dan kabur. “Tidak banyak perkara yang dikabulkan MK karena kurangnya bukti-bukti yang valid,” paparnya.
Ia juga memaparkan peluang pelanggaran paling banyak terjadi pada penghitungan suara di tingkat desa, kelurahan, hingga kecamatan. Untuk menghadapi persidangan, Hamdan mengakui terbantu dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Panwaslu dan Bawaslu. “Ketika pemungutan ada pelanggaran tapi sedikit sekali. MK sangat terbantu banyak rekomendasi dari Panwaslu dan Bawaslu yang meminta penghitungan suara ulang ada masalah, sehingga penyelesaian dalam proses bwrjalan dengan baik. Secara umum pengawas pemilu, mwski tida semua, sudah berusaha dan melakukan tugas dengan baik. Kesalahan juga terjadi karena ketidaksengajaan dan terjadi karena alasan manusiawi misalnya salah hitung, salah tulis, dan lainnya.
Pembatasan saksi
Terkait dengan adanya pembatasan jumlah saksi yang dihadirkan dalam persidangan, Hamdan mengungkapkan hal tersebut disesuaikan dengan waktu penyelesaian perkara yang hanya terbatas 30 hari. Menurutnya, salah satu yang harus dipersiapkan parpol adalah menempatkan saksi dan di TPS. “Putusan paling sulit adalah membatasi saksi 3 orang karena jika tidak dibatasi maka MK tidak bisa memenuhi alokasi waktu yang disesuaikan undang-undang yang ada,” tuturnya.
Sesuai tenggat waktu 30 hari kerja sejak diregistrasi, MK telah memutuskan seluruh permohonan PHPU Legislatif 2014 selama 4 hari berturut-turut, mulai Rabu (25/6) hinggga Senin (30/6). Dari keseluruhan permohonan, perkara yang dikabulkan sebanyak 23 perkara, yang terdiri atas penetapan hasil (putusan langsung) yang membatalkan SK KPU sebanyak 10 perkara dan perhitungan ulang (putusan sela) yang menunda pelaksanaan SK KPU sebanyak 13 perkara.
Putusan MK yang menetapkan hasil perolehan suara secara langsung yaitu pada perkara yang dimohonkan oleh Partai Nasdem untuk kursi DPRD Provinsi Kalimantan Barat pada Dapil Kalimantan Barat 6 di Provinsi Kalimantan Barat, Partai Golkar untuk kursi DPRA Provinsi Aceh pada Dapil Aceh 9 di Provinsi Aceh, PPP untuk kursi DPRA Provinsi Aceh pada Dapil Aceh 5 di Provinsi Aceh, PAN untuk kursi DPRK Kabupaten Aceh Barat pada Dapil Aceh Barat 3 di Provinsi Aceh, PBB untuk kursi DPRK Kabupaten Aceh Barat Daya pada Dapil Aceh Barat Daya 1 di Provinsi Aceh, PAN untuk kursi DPRD Kabupaten Pesawaran pada Dapil Pesawaran 5 di Provinsi Lampung, PAN untuk kursi DPRD Kabupaten Nabire pada Dapil Nabire 3 di Provinsi Papua, Partai Nasdem untuk kursi DPRD Kabupaten Bangkalan pada Dapil Bangkalan 3 di Provinsi Jawa Timur, PAN untuk kursi DPRD Kabupaten Sumenep pada Dapil Sumenep 5 di Provinsi Jawa Timur, serta PPP untuk kursi DPRD Kota Binjai pada Dapil Binjai 2 di Provinsi Sumatera Utara.
Sedangkan, putusan MK yang memerintahkan penghitungan ulang yaitu pada perkara yang dimohonkan oleh PKS, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem untuk kursi DPR RI pada Dapil Maluku Utara I di Provinsi Maluku Utara, PPP untuk kursi DPR RI pada Dapil Sumatera Selatan I di Provinsi Sumatera Selatan, PDI-P untuk kursi DPRD Provinsi pada Dapil Sulawesi Tenggara I di Provinsi Sulawesi Tenggara, Partai Demokrat untuk kursi DPRD Provinsi Jawa Barat pada Dapil Jawa Barat 3 di Provinsi Jawa Barat, Partai Golkar untuk kursi DPRD Kabupaten Merangin pada Dapil Merangin 4 di Provinsi Jambi, PBB untuk kursi DPRD Kabupaten Nias Selatan pada Dapil Nias Selatan 3 di Provinsi Sumatera Utara, Partai Nasdem untuk kursi DPRD Kabupaten Sampang pada Dapil Sampang 2 di Provinsi Jawa Timur, PBB untuk kursi DPRD Kabupaten Halmahera Barat pada Dapil Halmahera Barat 1 di Provinsi Maluku Utara, PKS untuk kursi DPRD Kota Samarinda pada Dapil Samarinda 1 di Provinsi Kalimantan Timur, Partai Golkar untuk kursi DPRD Kota Manado pada Dapil Kota Manado 3 di Provinsi Sulawesi Utara, dan perseorangan calon anggota DPD atas nama La Ode Salimin pada Dapil Kota Tual di Provinsi Maluku.
Di antara permohonan yang dikabulkan tersebut, terdapat 5 perkara perselisihan antarsesama caleg satu partai dalam suatu daerah pemilihan, yakni caleg DPRA Provinsi Aceh dari Partai Golkar, DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Demokrat, DPRD Kota Binjai Sumatera Utara dari PPP, DPRA Provinsi Aceh dari PPP dan DPRD Kabupaten Sumenep Jawa Timur dari PAN.
Sementara perkara yang dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak dapat memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sebanyak 312 perkara dan permohonan ditarik kembali oleh para pemohon sebanyak 26 perkara. Selebihnya, yakni 542 perkara dinyatakan ditolak karena dalil-dalil para pemohon tidak terbukti di dalam persidangan.
Terkait putusan yang memerintahkan penghitungan ulang oleh KPU pada sejumlah daerah pemilihan, KPU selambat-lambatnya wajib melaporkan kepada MK seluruh pelaksanaan penghitungan ulang tersebut pada Kamis (10/7). Selanjutnya, setelah MK mengeluarkan putusan akhir terhadap perkara-perkara tersebut, KPU dapat menetapkan perolehan suara secara nasional kembali sesuai dengan putusan akhir MK.(Lulu Anjarsari/mh/mk/bhc/sya) |