JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf yang sebelumnya dikabarkan telah mendapati adanya aliran dana dari sejumlah calon Kepala Daerah kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, mengatakan bahwa hingga saat ini PPATK masih bekerja keras, guna menemukan transaksi-transaksi mencurigakan lainnya yang termasuk dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) para penyelenggara negara.
"Sekarang transaksi meningkat, apalagi ini tinggal beberapa bulan Pemilu, kami di PPATK terus kerja keras (mengungkap) tunggu saja," kata Yusuf kepada BeritaHUKUM.com, Selasa (26/11) di Bogor, Jawa Barat.
M. Yusuf yang turut diundang menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Kejaksaan Tahun 2013 di Hotel Yasmin, Bogor ini diketahui juga telah diminta oleh Mabes Polri untuk membantu mengungkap aliran dana, terkait dugaan suap pada Ditjen Bea dan Cukai senilai Rp11,4 miliar, yang saat ini ditangani Polri.
Dugaan suap dalam kasus ini diberikan dalam berupa polis asuransi berjangka senilai Rp11,4 miliar, yang diduga diterima Heru dari Yusran Arief, pengusaha ekspor impor, selama kurun 2005-2007, pada saat Heru menjabat sebagai Kepala Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok di Jakarta Utara.
Jabatan Heru ketika sebelum dinonaktifkan adalah sebagai Kasubdit Ekspor dan Impor Ditjen Bea dan Cukai, dan Yusran sendiri diduga menyuap Heru sebagai upaya menghindarkan perusahaannya dari audit pajak. Heru dan Yusran telah ditetapkan sebagai Tersangka kasus ini, dengan sangkaan Pasal 3 dan 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU.
Heru dan Yusran juga dikenakan sangkaan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Mereka dikenakan pula sangkaan Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.(bhc/mdb) |