JAKARTA, Berita HUKUM- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, tidak dapat melaksanakan Keputusan Bawaslu Nomor 012/SP-2/Set.Bawaslu/I/ 2013 terkait penetapan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai peserta Pemilu 2014.
“Pada 7 Februari lalu kami telah menerima salinan Keputusan Bawaslu terkait PKPI itu. KPU kemudian mengambil kewenangan atributif untuk menentukan peserta Pemilu 2014. Setelah melakukan Pleno, kami memutuskan, tidak dapat melaksanakan keputusan tersebut,” tegas Ketua KPU, Husni Kamil Manik, dalam jumpa pers di Media Center KPU, Senin (11/2) sore.
Keputusan KPU ini, jelas Husni, sesuai dengan ketentuan pasal 258 (1) dan Pasal 259 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang menyebutkan, Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa pemilu. Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dengan demikian, lanjut Husni, KPU tetap pada keputusan semula, yakni Keputusan KPU Nomor 05//Kpts/KPU/TAHUN 2013, bahwa partai politik peserta Pemilu 2014 adalah sepuluh partai.
Langkah yang diambil KPU tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk menguji norma hukum (Peraturan KPU –red) terhadap undang-undang.
“Bawaslu tidak punya kompetensi untuk membatalkan Peraturan KPU (PKPU) terkait adanya persyaratan bahwa kepengurusan partai harus menyertakan 30% keterwakilan perempuan sampai tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dalam pemahaman kami, PKPU itu masih berlaku,” ujar anggota KPU, Ida Budhiati.
Pertimbangan kedua, lanjut Ida, adanya perbedaan penilaian Bawaslu terhadap keterangan KPU kabupaten/kota.
“Dalam kasus yang terjadi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, keterangan KPU Kabupaten Klaten bisa diterima dalam sidang ajudikasi dengan pemohon PKPI. Tetapi, untuk kasus yang sama yang terjadi di Kabupaten Grobogan, keterangan KPU Kabupaten Grobogan hanya diposisikan sebagai saksi. Ini menunjukkan inkonsistensi Bawaslu, padahal kasus keduanya terjadi di provinsi yang sama,” urai Ida.
Sedangkan pertimbangan ketiga, kata Ida, Bawaslu memberikan pengakuan yang berbeda terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon dan Termohon.
“Di Provinsi Sumatera Barat, alat bukti termohon (KPU Provinsi Sumatera Barat dan empat KPU kabupaten/kota --red) yang tidak pernah disampaikan dalam persidangan, tiba-tiba bisa muncul dan dijadikan sebagai alat bukti untuk dijadikan pertimbangan mengambil keputusan,” bebernya.
Namun demikian, KPU tetap menghormati pelaksanaan tugas dan wewenang Bawaslu dalam penyelesaian sengketa pemilu. Dengan catatan, Bawaslu harus bekerja dengan profesional, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. KPU juga mempersilakan PKPI jika ingin membawa persoalan ini ke pengadilan.
“Sesuai UU, para pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU, dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan tinggi tata usaha negara (PTTUN). KPU akan menyiapkan hal-hal yang menjadi objek sengketa, termasuk alat bukti, keterangan, dan saksi-saksi,” tutup Husni.
Selain Ida Budhiati, anggota KPU yang mendampingi Husni adalah Arief Budiman, Hadar Nafis Gumay dan Juri Ardiantoro. (dd/red/kpu/bhc/sya) |